Kisah Mati Suri Lisa Samadikun, Buktikan Yoga Berefek Menyembuhkan

Senin, 16 September 2019 | 08:50 WIB
Kisah Mati Suri Lisa Samadikun, Buktikan Yoga Berefek Menyembuhkan
Lisa Samadikun. (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Yoga yang Menyembuhkan
Dokter kemudian mengidentifikasi penyakit Lisa karena tidak adanya keseimbangan dalam tubuhnya, sehingga penyakit autoimunnya menyerang. Menurut dokter, dulu saat ia konsen melakukan aneka gerakan balerina dan dancing selama 20 tahun tanpa henti, Lisa hanya konsen pada gerakan pemanasan, tidak ada bagian inti atau pendinginan. Padahal gerakan olahraga haruslah ada ketiganya.

Lisa Samadikun. (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)
Lisa Samadikun. (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)

"Dulu saya nari waktu kecil mulai dari 5 tahun jadi balerina. Otot yang saya pakai mungkin pinggang ke bawah, karena latihannya lower body. Terus sampai umur 20 tahun ke atas mulai terjadi impact cedera yang dari lutut sampai pergelangan kaki, karena saya banyak jatuh. Lompat keseleo, lompat jatuh keseleo," cerita Lisa.

Penjelasan itu membuatnya tercengang. Dan setelahnya ia diminta mencari gerakan rehabilitasi atau pengobatan. Dalam keadaan setengah lumpuh, ia diminta mengikuti kelas yoga dengan para pelaku yoga lainnya. Keheranan, ia sempat meragukan permintaan dokter.

"Gila aja, gue yang masih pakai kursi roda gini, badan yang gerak kiri saja, malah disuruh yoga. Tapi dia tetap minta, dan ternyata di situ aku percaya apa yang namanya energi bisa tersalurkan. Saat itu orang-orang di kelas yoga bersemangat, kita juga akan kebawa semangat," ungkap Lisa menggebu-gebu.

Baca Juga: Raditya Dika Derita Penyakit Autoimun, Cari Tahu Penyebab dan Gejalanya!

Setelah meyakinkan diri sendiri, ia diminta memusatkan perhatiannya satu per satu pada tubuh bagian kanannya, ia fokus gerakkan dengan menjadikan bagian kananya titik fokus memberikan energi menyembuhkan. Benar saja, meski makan waktu berbulan-bulan, perlahan lutut kanannya mulai bisa digerakan. Dan kemudian berturut-turut kaki kanan, lengan kanan, hingga bahu kanan, semuanya bisa bergerak perlahan.

"Ketika itu aku pakai siku kiri, pikirin ingin sembuhin siku kanan, bergumam 'siku kanan, siku kanan, siku kanan'. Sampai merasa imposible setiap engsel aku kirimin (energi). Hari ke-31 'plek' (bergerak), hari ke-32 naik (bergerak) lutut balik lagi, 8 bulan prosesnya sampai aku bisa jongkok lagi. Aku nggak percaya tadinya, tanpa obat," ceritanya antusias.

Hidup Kedua dan Berbagi Ilmu
Merasa diberikan napas dan hidup untuk kedua kalinya, Lisa pun tidak ingin menyia-nyiakan setiap embusan napas yang diberikan kepadanya. Ia sekarang lebih memilih mencari kebahagiaan dan hidup lebih bermakna, dengan menjaga kesehatan dan memilih dengan baik pekerjaan.

Lisa Samadikun dalam Workshop Happiness Is. (Instagram/@jeda.wellnest)
Lisa Samadikun dalam Workshop Happiness Is. (Instagram/@jeda.wellnest)

"Uang penting, tapi aku udah nggak ngoyo lagi cari uang, karena aku sadar kesehatanku jadi kekayaanku. Buat apa kekayaan kalau kesehatan menurun atau mentalnya terganggu, kaya tapi tidak bahagia," ungkapnya dengan hati ringan.

Lisa yang dulu tidak pernah bangun pagi, kini selalu memulai hari jam 4 pagi menyiapkan kebutuhan keluarga dan berolahraga sejenak, menyerap vitamin D dari matahari pagi agar autoimunnya tidak kembali menyerang.

Baca Juga: Idap Penyakit Autoimun, Organ Intim Wanita ini Membengkak dan Melepuh

"Makanan no prosess food, prosses food is not food, plant base is the best. Tapi waktu itu belum vegetarian, tapi saya kontrol. Karena masa punya mobil tahu apa oli yang dipakai, tapi nggak mau tahu apa yang masuk ke dalam diri kamu. Sadari aja dulu ada lemak di sini," katanya

"Process food kebanyakan racun yang diproses, kalau mau sembuh autoimun, 70 persen makanlah plant base, selebihnya 30 persen buat party time. Asal jangan diet berlebihan," lanjutnya

Konsen dan fokus Lisa kini yaitu mencari kebahagiaan dengan passion yang disukainya, seperti menari dan yoga. Baginya, napasnya sangat berharga, karena ia tidak tahu kapan napas akan berhenti menemaninya, hingga ia memilih berbagi ilmu dan pengetahuan kepada orang lain untuk sama-sama mencari kebahagiannya dengan menjadi happiness speaker.

Ia akan mengingatkan orang lain dengan kisah hidupnya yang nyaris meninggal, untuk mau memulai hidup sehat nan bermakna. Tidak lagi menjalani hidup dengan penuh tekanan, perlu sesekali jeda sejenak dari pekerjaan dan aktivitas yang membuat pikiran terganggu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI