Suara.com - Pada tanggal 7-8 September 2019 lalu, acara Jak-Japan Matsuri telah digelar di Plaza Tenggara Senayan. Acara ini merupakan festival persahabatan antara Indonesia dan Jepang.
Sesuai namanya, matsuri memang berarti festival ala Jepang. Hal ini membuat Jak Japan Matsuri tidak bisa dipisahkan dari aspek-aspek budaya dalam festival Jepang.
Salah satu aspek tersebut adalah mikoshi, atau tandu berukuran besar yang diarak di festival.
Dalam Jak Japan Matsuri kemarin, ada beberapa mikoshi yang diarak dan sukses menarik atensi para pengunjung. Bahkan, menurut akun Instagram @jktjapanmatsuri, pengunjung pun bisa turut serta menjadi bagian dari iring-iringan.
Baca Juga: Ada-ada Saja, Kitkat Jepang Rilis Varian yang Terinspirasi Rasa Pelabuhan
Namun, apa sebenarnya mikoshi dan apa fungsinya dalam festival ala Jepang?
Dirangkum Suara.com dari berbagai sumber, mikoshi merupakan tandu yang memiliki nilai religi atau biasa juga diartikan kuil Shinto portabel. Kata "koshi" dalam "mikoshi" juga berarti tandu.
Mikoshi merupakan bagian penting dari festival di Jepang, dan siapa pun yang bertugas mengaraknya akan mendapat kehormatan besar. Hal ini karena mikoshi dipercaya sebagai kendaraan untuk mengangkut dewa dari kuil.
Sebagai kuil portabel, mikoshi juga biasanya dibangun menyerupai miniatur kuil yang bersangkutan. Mulai dari atap, dinding, hingga pilar-pilarnya akan dibuat serupa. Bahkan, ada pula mikoshi yang dihiasi phoenix emas.
Mikoshi juga biasanya memiliki 2, 4, hingga 6 tiang. Tiang-tiang inilah yang nantinya akan digunakan untuk membawa mikoshi di bahu. Tak main-main, berat mikoshi dapat mencapai lebih dari 1 ton.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Budaya Jepang di Jak-Japan Matsuri 2019
Saat mengangkut mikoshi, warga Jepang juga punya kebiasaan untuk berteriak sembari mengguncangkan atau menggoyangkan mikoshi.
Hal ini bukan tanpa alasan. Warga Jepang biasanya menggoyangkan mikoshi sebagai undangan agar para dewa ikut bersenang-senang di festival.
Di sisi lain, mikoshi juga akan diguncangkan saat melewati jalanan atau toko. Sebelum diguncangkan, para pengarak akan berteriak "Fure! Fure!" yang berarti "guncangkan!". Aksi ini dilakukan agar para dewa memberkahi daerah yang dilewati mikoshi tersebut.
Frasa "Wasshoi, wasshoi!" atau "Esa, hoisa, Esa, hoisa" juga kerap terdengar diteriakkan saat mengarak mikoshi. Kedua frasa ini membantu para pengarak untuk menjaga ritme dan membawa atmosfer bersemangat.
Prosesi mikoshi kadang juga diiringi tabuhan drum Jepang dan instrumen musik lainnya sehingga suasana matsuri atau festival akan lebih terasa.
Travelers tertarik melihat mikoshi secara langsung?