Suara.com - The Reading Room, Kafe Tenang nan Favorit Bagi si Pencinta Buku
Bagi pencinta buku, nampaknya tempat makan The Reading Room wajib untuk disinggahi. Kafe bertema perpustakaan ini memajang ribuan buku yang membuat pengunjungnya bebas untuk membaca saat berkunjung.
Richard Oh (59), sutradara Perburuan, sebuah film yang diangkat dari novel karya sastrawan legendaris Pramoedya Ananta Toer mendirikan The Reading Room sejak 2012. Itulah mengapa saat pertama kali datang pengunjung akan disambut poster film Perburuan.
Baca Juga: Bercengkerama di Warung Kopi Asiang, Kedai Kopi Legendaris di Pontianak
"Pada waktu buka, dia merasa belum menemukan satu tempat yang ideal buat dia. Lalu ia bertemu temannya, untuk berdiskusi, untuk bekerja, dan dia akhirnya dirikan resto ini," ujar Tuti Manajer Kafe kepada Suara.com, beberapa waktu lalu.
Menurut Tuti, selain dijadikan tempat berdiskusi kafe ini diharapkan sang pendiri akan menaikkan minat baca para pengunjung toko. Termasuk bisa melestarikan karya sastra yang patut diapresiasi dengan cara dibaca.
"Orang orang tertarik untuk yah mengambil satu buku untuk dibaca. Jadi selain tempat yang enak untuk ngumpul juga berusaha untuk menyebarkan kesukaan untuk membaca," sambung Tuti.
Ternyata ini bukan satu-satunya kafe yang didirikan Richard Oh. Di Singapura dan Hongkong kafe miliknya juga didapuk dengan konsep yang sama, rak-rak berisi buku dengan beberapa sofa untuk bersantai dan makan.
Suasana Tenang dan Tentram
Baca Juga: Nikmati Secangkir Kopi Hangat di Kafe Tertinggi di Dunia
Tidak seperti kebanyakan kafe yang riuh dengan banyak orang berceloteh, di kafe ini saat memasukinya suasana begitu tenang dan tentram selayaknya di perpustakaan.
Musik yang diputar juga tenang dan menyenangkan. Jika ada pengunjung yang mengobrol suaranya tidak terlampau bising.
Kafe yang terletak di kawasan Kemang Timur, Jakarta Selatan ini terdiri dari dua lantai. Sama-sama bernuansa buku, cuma bedanya di lantai 2 ada lemari khusus kaca besar yang memajang koleksi buku dari sang pemilik dan untuk membacanya pengunjung harus menyertakan KTP.
Kebanyakan pengunjung lebih banyak memilih duduk di lantai dua. Selain suasananya yang tenang, di lantai dua ini ada coffee shop yang diracik khusus, berikut dengan dinding kaca yang membuat pengunjung memandang keluar.
Sayang, 90 persen lebih buku di sini merupakan stok lama dan berbahasa Inggris, sehingga banyak pengunjung yang enggan membacanya. Terlepas dari itu, tempat ini sangat instagramable, karena setiap sudutnya menarik untuk dipotret.
Klik NEXT untuk artikel selanjutnya.