Ekshibisi ini semakin berwarna dengan melibatkan 5 seniman lintas disiplin yang telah ditunjuk langsung untuk menampilkan karyanya di ARTJOG MMXIX ini.
Ialah Handi wirman Saputra, Riri Riza, Sunaryo, Teguh Ostentrik serta Piramida Gerilya yang merupakan proyek kolaborasi antara indieguerillas dengan Singgih S. Kartono.
Bicara soal tema Arts in Common, ARTJOG MMXIX kali ini ingin menunjukkan pentingnya ruang bersama.
Ya, ARTJOG diharapkan mampu menjadi ruang bersama untuk berinteraksi, berdiskusi serta menikmati sajian artistik dan narasi kritis.
Baca Juga: Sambangi Yogyakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani Resmikan ARTJOG MMXIX
Berkesempatan datang langsung ke JNM, Suara.com ingin menggali lebih jauh makna dari Arts in Common dalam perhelatan ARTJOG MMXIX kali ini.
Melalui karya yang dipamerkan, kami dapat memahami common space dalam berbagai konteks.
Seperti salah satunya yang jelas terpampang di dalam kehidupan kita sehari-hari ialah lingkungan dan alam semesta.
Dahulu alam semesta memang ditentukan oleh kekuatan dari alam itu sendiri (misalnya gunung meletus, meteor, badai dan yang lainnya).
Namun seiring berjalannya waktu, manusia menjadi sumber dari perubahan itu sendiri.
Baca Juga: 5 Instalasi Seni Ini Siap Hadir di ARTJOG 2019, Apa Saja?
Hal ini begitu jelas tercermin dari fenomena pemanasan global, penggundulan hutan, polusi dan yang lainnya.
Tak hanya bicara soal lingkungan, tema ini juga mencakup isu sosial terkait ruang bersama di dalamnya.
Oleh karenanya, karya-karya seniman dalam ARTJOG MMXIX ini berupaya untuk menyadarkan kita betapa pentingnya ruang bersama di mana kita hidup saat ini membutuhkan reposisi, pemikiran ulang, perenungan hingga kritik yag baru dan membangun.
Menariknya lagi, ARTJOG MMXIX ini juga kembali menghadirkan Young Artist Award untuk mengapresiasi karya peserta terbaik yang berusia di bawah 35 tahun.
Tiga karya peserta terbaik ini telah dipilih pada acara pembukaan ARTJOG MMXIX pada hari Kamis, (25/7/19).
Karya Young Artist Award sendiri telah dipilih melalui penilaian yang melibatkan Fumio Nanjo (Direktur Museum Seni Mori, Tokyo, Jepang), Aaron Seeto (Direktur Museum MACAN), Natasha Sidharta (Direktur IndoArtNow) serta tim kuratorial ARTJOG.
Yang pertama ada karya dari Andrita Yuniza Orbandi yakni instalasi berjudul Whirlwind of Time.
Instalasi Whirlwind of Time ini terbuat dari ratusan dahan serta batang ranting pohon yang terbuang.
Saat memasuki karya Andrita Yuniza Orbandi ini kami dibuat takjub dengan ratusan batang ranting pohon yang sekilas mirip dengan labirin berbentuk sarang burung.
Rupanya, Andrita Yuniza Orbandi terinspirasi oleh cerita dalam buku Haruki Murakami, Kafka on the Shore.
Bukan sarang burung, Andrita ternyata mengadopsi bentuk pusaran angin puyuh untuk karyanya.
Instalasi badai ini menggambarkan tekanan dalam kehidupan manusia yang disebabkan oleh tindakan dan pikiran mereka sendiri.
Bagian tengah instruksi disebut dengan mata, di mana pengunjung bisa merenung dengan tenang dan beristirahat sejenak.
Kedua, ada karya dari Natasha Tonte yang berjudul 'Hama Memberkati'.
Dalam karyanya ini, Natasha Tonte ingin menggambarkan serta memperlihatkan, bagaimana jadinya jika umat manusia punah dan kehidupan diteruskan oleh kecoa.
Di mana seperti yang telah kita ketahui, kecoa sudah ada sejak zaman purbakala hingga saat ini.
Uniknya lagi, Natasha Tonte bahkan menyertakan karya berupa surat untuk kecoa. Tepat di depan layar yang menampilkan film pendek 'Hama Memberkati' terdapat kursi yang bisa digunakan oleh pengunjung agar lebih nyaman ketika melihat karya.
Ketiga, ialah karya berjudul Juxtaposed #1 - #3 dari Enka Komariah.
Karya Enka Komariah ini dipamerkan di lantai 3 ekshibisi ARTJOG MMXIX, dan begitu menarik perhatian kami.
Bertempat di sudut ruangan, karya berupa lukisan ini merupakan wujud penggambaran perubahan sosiokultural yang diamati oleh Enka Komariah.
Di mana perubahan ekologis yang signifikan ini terjadi saat pembangunan rumah ibadah khususnya masjid harus menghancurkan mata air bersejarah yang dinilai sesat.
Kemudian ada benteng Belanda yang memiliki nilai bersejarah tinggi, diruntuhkan dan diubah menjadi masjid.
Enka berusaha memperlihatkan perubahan ekologi dan transformasi ruang di Indonesia yang ditentukan oleh kuasa dominan.
Tak hanya bisa melihat langsung karya-karya menakjubkan, di ARTJOG MMXIX ini ada kegiatan yang sayang jika Anda lewatkan.
Ini dia ARTJOG Educational Program yang terdiri dari beberapa agenda seperti Meet the Artist, Curratorial Tour dan Leksikon.
ARTJOG Educational Program ini menjadi ruang pertemuan antara publik seni dan khalayak umum akan diperluas.
1. Meet The Artist
Program ini dibuat untuk memfasilitasi pertemuan publik dengan seniman yang terlibat dalam ARTJOG. Pertemuan ini diharapkan mampu menghasilkan dialog antara seniman dan publik seni serta pertukaran pengetahuan dua arah.
Meet The Artis ini akan dilaksanakan seminggu sekali yakni pada hari Rabu, pukul 3 sore.
2. LeksiKon
Program baru yang digagas oleh ARTJOG MMXIX kali ini akan menampilkan sajian edukasi publik yang dikemas dengan format kreatif.
Penonton di sini akan bisa menyaksikan seni pertunjukan dan tontonan audio visual berupa dokumentasi karya seni para seniman.
LeksiKon ini berlangsung pada tanggal 9-10 Agustus 2019.
3. Curratorial Tour
Pada program ini, pengunjung akan diajak oleh tim kurator ARTJOG untuk mengelilingi ruang pamer.
Beruntung, tim Suara.com mendapatkan kesempatan untuk ikut Curratorial Tour pada hari Selasa (6/8/19).
Siang itu sudah banyak peserta yang sangat antusias untuk mengikuti Curratorial Tour di pintu depan ruang pamer.
Tak lama kemudian datanglah Ignatia Nilu selaku tim kurator yang akan mendampingi kami berkeliling ruang pamer.
Dengan ramah ditemani rekan lainnya, Igantia Nilu menyambut hangat para peserta Curratorial Tour.
Curratorial Tour ini biasanya diikuti oleh 20 peserta yang mendaftar secara online lewat website dari ARTJOG MMXIX.
Selama dua jam, peserta Curratorial Tour ini akan diajak berkeliling ruang pamer dan mengeksplorasi lebih dalam karya-karya yang ada di ARTJOG MMXIX ini.
Meski tidak semua karya dijelaskan oleh tim kurator, namun Curratorial Tour ini semakin membuka imajinasi dan pemahaman kami tentang makna di balik seni yang diciptakan oleh para seniman.
Sore itu, setidaknya Ignatia Nilu mengajak kami untuk lebih mendalami proses pembuatan serta pesan yang dibawakan oleh 21 karya di ARTJOG MMXI ini.
Salah satu karya yang menarik perhatian kami ialah 'Daun Khatulistiwa' yang dibuat oleh Teguh Ostentrik.
Jika biasanya Teguh Ostentrik membawakan karya patung, kali ini seniman kontemporer ini berkolaborasi dengan Yayasan Terumbu Rupa.
Teguh Ostentrik mencoba untuk mengangkat isu tentang terumbu karang yang kini rusak parah akibat ulah manusia.
Lewat karyanya, Teguh Ostentrik menghadirkan narasi tentang pentingnya menjaga keindahan dan kekayaan alam laut lewat kubah yang disertai dengan unsur audio visual alam bawah laut.
Ketika berada di dalam kubah tersebut, kami merasakan takjub, sedih dan merinding ketika melihat dan mendengarkan narasi tersebut.
Seakan terumbu karang berbicara dan meminta pertolongan kepada umat manusia untuk menjaga keberlangsungan alam bawah laut.
Rencananya, ukiran Daun Khatulistiwa ini akan dijadikan Teguh Ostentrik sebagai rumah terumbu karang.
Daun Khatulistiwa ini akan diletakkan di dalam laut Wakatobi sebagai rumah baru bagi terumbu karang, usai dipamerkan lewat ARTJOG MMXIX.
Di akhir sesi Curratorial Tour, kami juga beruntung bisa mendapatkan sedikit waktu untuk berbincang bincang bersama Ignatia Nilu terkait ARTJOG MMXIX ini.
Ignatia Nilu mengatakan bahwa educational program ini merupakan platform yang akan dilakukan terus menerus untuk ARTJOG di masa mendatang.
Educational program ini sendiri sudah berlangsung sejak ARTJOG di tahun 2014 lalu.
"Prosesnya sudah panjang, ini merupakan platform yang memungkinkan di mana pengelola dan audience bisa saling berinteraksi atau berhubungan langsung secara dua arah," ungkap Ignatia Nilu ketika diwawancarai Suara.com.
"Curratorial Tour ini mengusung platform yang lebih kasual jadi nggak se-kaku Curratorial Talks di mana hubungannya cuma satu arah, kuratorial bicara tentang temanya, publik mendengarkan. Program ini kami buat juga supaya audience nggak malu-malu dalam bertanya," tambahnya.
Harapan Ignatia Nilu dengan diadakannya Curratorial Tour ini publik bisa mendapatkan informasi lebih tentang karya-karya yang ada di ARTJOG MMXI ini.
Salah seorang peserta Curratorial Tour bernama Rayyan Ihad, di ARTJOG MMXI ini juga sempat kami wawancarai.
Mahasiswa jurusan Arsitektur, Universitas Islam Indonesia ini rela datang jauh-jauh dari wilayah Jombor untuk ikut Curratorial Tour.
"Iya dari Jombor, kebetulan tertarik sekali dengan ARTJOG dan ajak teman-teman untuk ikut Curratorial Tour ini, menarik banget," ungkap Rayyan.
"Jadi di Curratorial Tour ini kita yang tadinya kurang paham atau penafsirannya masih gamblang soal karya seni yang dipamerkan bisa semakin paham lebih dalam dan jelas," imbuhnya.
Bagi Anda yang juga tertarik, Curratorial Tour ini dilaksanakan setiap hari Selasa dan Jumat pukul 3 sore di JNM selama ARTJOG MMXIX berlangsung.
Usai mengikuti Curratorial Tour, kami memacu langkah menuju pintu keluar dengan melewati instalasi Bubu Waktu karya Sunaryo ditemani suara gemericik air dan burung berkicau yang begitu menyegarkan.
Di bagian Merch Project, Anda juga bisa membawa oleh-oleh berbagai merchandise menarik dari ARTJOG MMXIX dan partisipan lainnya.
Tiket masuk ARTJOG MMXIX ini dibanderol seharga Rp 50.000 per orangnya.
Jadi tunggu apa lagi, selagi masih ada waktu jangan lupa untuk datang ke ARTJOG MMXIX ini ya.