Anak MAPALA Universitas Indonesia
Terlepas dari penampilannya yang terbilang feminim, ibu dua anak ini ternyata cukup bernyali, karena pada 1988 lalu saat masih menjadi mahasiswa, ia tergabung dalam unit Mahasiswa Pencinta Alam (MAPALA) Universitas Indonesia. Setelah itu, untuk pertama kalinya naik Gunung Gede pada 1986 lalu.
Sebelum mendaki dengan menggunakan kebaya, Rahmi telah mengkhatamkan berbagai gunung tertinggi di Indonesia termasuk Kerinci. Bahkan ia pernah menapaki kaki di gunung Himalaya, puncak ABC, sebagai lokasi salah satu puncak tertinggi di dunia, Everest. Sayangnya, saat itu ia tidak mencapai puncak karena berbagai alasan.
"Jangan berpikir trek perjalanan naik gunung di luar negeri lebih susah dibanding Indonesia, masih sulit naik gunung di Indonesia, trek perjalanannya sangat berat berikut dengan caranya bertahan hidup. Saya juga tidak bangga pernah menginjakkan kaki di Himalaya," celetuknya miris.
Baca Juga: Baru Sehari Dibuka, Sudah 500-an Pendaki Daftar Naik Gunung Slamet
Kini, Rahmi dapat menularkan hobinya naik gunung kepada anak terakhirnya yang juga bergabung di MAPALA UI, seorang perempuan, yang juga mengambil kelas dan bidang khusus Paralayang.
Pernah Diremehkan Naik Gunung dengan Kebaya
Cerita unik ini terjadi saat Rahmi mencoba ikut bersama rombongan anak muda yang hendak menaiki Gunung Ceremai. Saat itu perempuan mantan jurnalis ini sudah memakai kebaya, dan itu berhasil membuat salah satu anak lelaki tidak nyaman melihatnya sehingga memastikan kepada Rahmi.
"Anak itu nanya, 'Mbak seriusan naik gunung?', 'iya serius kok', kali dia pikir udah emak-emak ikut mereka, cewek sendiri pakai kebaya, ngeliatin dari atas ke bawah," cerita Rahmi.
Kepada anak muda itu Rahmi mengatakan ia memang habis mendaki Gunung Prau dan Merbabu, dua gunung yang jauh lebih pendek dari Ceremai. Anak-anak lelaki itupun sempat sanksi sehingga sepanjang perjalanan pendakian terus memperhatikan Rahmi, tapi yang dilakukannya hanya cuek dan asik mendaki dengan caranya sendiri hingga akhirnya sampai puncak dan turun dengan selamat.
Baca Juga: Full Booked, 600 Pendaki Akan Ikuti Upacara Kemerdekaan di Gunung Semeru
"Di bawah baru tuh mereka kelihatan lega kayaknya," imbuh Rahmi sambil tertawa puas.
Ikatan Kain, Kenyamanan dan Keselamatan Adalah Kunci
Sebagai anak MAPALA, Rahmi sadar betul ia lebih memilih tidak naik gunung dibanding harus membahayakan nyawa saat perbekalan dan perlengkapannya tidak memadai. Begitupun dengan memakai kebaya saat naik gunung. Perempuan yang juga konsultan komunikasi ini akan memakai kebaya yang nyaman dikenakan, dimana kuncinya adalah ikatan kain.
Beberapa kali naik gunung dengan kebaya, Rahmi sempat kesulitan dengan kain yang beberapa kali lepas, dan ia harus menyediakan waktu khusus untuk mengikatnya kembali. Sampai ia menemukan metode ikatan yang nyaman dan pas, pakai kain di atas gunung tidak lagi merepotkan.
"Kebayanya juga bukan kebaya yang ketat, aku sampai bikin sendiri ke sepupu untuk minta dijahitkan kebaya tapi bahannya kaos, jadi nyaman saat beraktifitas," ungkapnya.
Rahmi juga bercerita, ada di satu ketika ia kehujanan saat sedang mendaki dan membuat kainnya basah meski ia sudah mengenakan jas hujan sekalipun. Tidak ingin nekat tetap memakan kain basah yang akan mempersulit saat berjalan, ia memilih melepaskan dan mengganti baju agar tidak kedinginan dan terserang dingin atau hipotermia di gunung.
Founder 'Perempuan Berkebaya' ini berharap naik gunung yang banyak digandrungi anak muda yang dilakukannya dengan berkebaya, mampu menularkan semangat mencintai tanah air dengan berkebaya, meski di atas gunung sekalipun.