Tidak heran, banyak kursi atau meja bergaya Eropa yang dihiasi dekorasi khas China.
Begitu pula dengan baju sehari-hari, yang menyerupai kebaya namun digabungkan dengan motif hewan-hewan fantasi dalam kebudayaan China.
Yang menakjubkan, campuran aneka budaya ini membuat orang-orang peranakan fasih paling tidak dua bahasa. Mereka pun juga dapat menggunakan dialek khas akibat percampuran bahasa tersebut.
Usai memahami asal-muasal budaya peranakan, Mr. Anthony membawa kami menuju Joo Chiat Road.
Baca Juga: 3 Destinasi Romantis di Singapura, Quality Time Kian Greget Bareng Si Dia
Namun, lagi-lagi kami pun menyempatkan diri untuk berhenti dan menikmati kuliner roti prata.
Mirip seperti roti canai, roti prata ini disajikan dengan kuah kari kambing, kuah kari ikan, atau gula pasir.
Sementara untuk minuman, kami menyeruput teh tarik panas yang memiliki rasa tidak terlalu manis namun pas digabungkan dengan roti prata.
Dengan perut makin kenyang, kami pun berjalan menyusuri Joo Chiat Road yang juga merupakan area penting di sejarah orang peranakan.
Terkenal sebagai destinasi wisata Instagramable, Joo Chiat Road merupakan tempat di mana rumah-rumah khas peranakan masih bersemayam.
Baca Juga: Bergaya Futuristik, 4 Spot di Singapura Ini Bak Latar Film Sci-fi
Masih menggambarkan budaya peranakan yang campur-aduk, rumah ini memiliki pilar khas bangunan Eropa, ventilasi bergaya China, dan atap bergaya Melayu.