Suara.com - Seram, Industri Pariwisata Jadi Sasaran Utama Perdagangan Orang
Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin berkembang seiring dengan majunya teknologi komunikasi dan industri pariwisata nasional. Baik kemajuan teknologi serta peningkatan aksesibilitas dan mobilitas penduduk dan pendatang keduanya berperan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Namun, patut diwaspadai karena kedua hal tersebut juga mengakibatkan peluang bagi oknum untuk menjadikan perempuan dan anak sebagai korban TPPO. Oleh karenanya, diperlukan inovasi dan kreativitas dalam melakukan literasi terkait perdagangan orang dan literasi digital, utamanya kepada kaum milenial.
“TPPO adalah kejahatan serius. Di era modern ini, modus dan cara TPPO sangat beragam dan terus berkembang. Misalnya, bekerja melebihi waktu dengan gaji minim, bekerja shift malam namun kurang perlindungan. Berdasarkan pengalaman kami dalam menangani kasus TPPO, selama ini industri pariwisata seringkali memanfaatkan perempuan dan anak sebagai pekerja dan daya tarik," tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise dikutip Suara.com dari siaran pers.
Baca Juga: Dongkrak Pariwisata Indonesia, Airy Community Latih 4000 SDM Perhotelan
Pada Diskusi bertema Publik Bahaya Human Trafficking di tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Menteri Yonaha menyebut banyak modus yang digunakan, di antaranya para oknum turis menjadi seorang guru kursus yang mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak kita. Para orang tua merasa bangga jika anak-anaknya bergaul dengan para turis. Padahal, jika tidak diawasi dengan baik hal tersebut bisa saja berakhir kepada pelecehan seksual bahkan TPPO.
Menteri Yohana juga bercerita, ketika dirinya berkunjung ke luar negeri, ia seringkali mengunjungi shelter - shelter korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal. Sebagian besar korban tersebut berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Menteri Yohana selalu mengingatkan agar para orang tua terus mengawasi anak-anak mereka, terutama bagi kaum milenial dari dampak negatif teknologi.
“Generasi milenial cenderung melihat dunia dengan cara yang berbeda, borderless, semua kini serba digital dan online. Kita semua harus bersinergi dalam upaya melindungi generasi milenial dengan ide kreatif dan inovatif,” katanya.
Ketua KPAI, Susanto mengatakan ada beberapa kasus yang menjadikan target TPPO mulai bergeser, yang semula berada di kota, saat ini pindah ke desa. Para pelaku berpikir bahwa di desa relatif lebih aman untuk melakukan aktivitas TPPO. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberantas TPPO.
“Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam memberantas TPPO. Pertama, literasi terkait pencegahan perdagangan orang bagi anak. Menurutnya di era komunikasi sangat diperlukan literasi digital. Berdasarkan laporan yang diterima pihak KPAI, kebanyakan kasus terkait perdagangan orang yang berawal dari komunikasi cyber, seperti media sosial. Maka literasi merupakan hal yang mendasar. Kedua, penanganan terkait kasus berbasis TPPO. Ketiga, rehabilitasi korban TPPO. Keempat, proses hukum. Negara harus tegas. Tidak ada toleransi bagi pelaku aktivitas TPPO,” ujar Susanto.
Baca Juga: Minuman Fermentasi Khas Indonesia Bantu Tingkatkan Pariwisata Lho
Walaupun sudah banyak kebijakan yang dihasilkan terkait TPPO, namun diakui masih terdapat tantangan dalam implementasinya. Diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk memberantas TPPO, terutama seiring semakin majunya teknilogi komunikasi dan industri pariwisata nasional.