Suara.com - Jika Singapura menawarkan modernitas pada geliat lanskap perkotaannya, Pulau Ubin sebaliknya, membiarkan ekosistem alamnya tumbuh liar dengan deretan rumah berdinding kayu dan beratap seng nya nan otentik.
Masyarakatnya bahkan masih menimba sumur demi memperoleh air sehari-hari, jika pun ada, beberapa di antara mereka menggunakan pompa manual untuk mengais air.
Menginjakkan kaki di Pulau Ubin bak menyimak kembali Singapura pada tahun 1960-an.
Salah satu kawasan perkampungan yang tersisa di Singapura selain Kampung Lorong Bangkok ini merupakan saksi bisu matinya lima tambang granit yang mendiami Pulau Ubin.
Dahulu, deretan tambang granit macam Balai Quarry, Kekek Quarry, Ketam Quarry, Pekan Quarry, dan Ubin Quarry itu merupakan tulang punggung Pulau Ubin.
Pulau Ubin kala itu pun begitu ramai penduduk, terutama para pekerja tambang.
Hari ini, kendati tak seramai dahulu, warisan tambang mati menyisakan cekungan nan menahun diisi genangan air hujan, alam lantas mengambil alih, pulau ini sejatinya, tak sepenuhnya sepi.
Kini dengan pesona vegetasi hijaunya nan menjelma belantara, Pulau Ubin menjadi destinasi alam alternatif favorit wisatawan yang menyambangi Singapura.