Suara.com - Belakangan, kabar mengenai turis yang ramai mengunjungi situs bekas bencana nuklir Chernobyl di Pripyat, Ukraina sedang heboh dibicarakan.
Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah bagaimana turis gemar berkunjung ke lokasi bencana hanya demi mengambil foto dan selfie.
Akibatnya, banyak yang menganggap jika ulah para turis ini sudah keterlaluan dan tidak menghormati tragedi yang pernah terjadi.
Meski begitu, fenomena turis berkunjung ke lokasi bekas bencana atau tragedi ternyata bukan cuma sekali atau dua kali terjadi.
Baca Juga: Aplikasi Halal Traveler, Solusi Wisata Aman dan Nyaman Sesuai Syariat
Dirangkum dari laman CNN, fenomena ini lebih dikenal dengan nama dark tourism dan mengacu pada kegemaran turis mengunjungi lokasi seperti kamp konsentrasi Nazi hingga 9/11 Memorial and Museum.
Dark tourism sendiri merupakan istilah yang dibuat pada tahun 1990-an silam oleh para akademisi.
Disebut juga dengan thanatourism yang diambil dari bahasa Yunani 'thanatos' atau 'kematian', dark tourism dideskripsikan sebagai aktivitas wisata yang memiliki asosiasi dengan kehancuran dan kematian.
Namun, budaya dark tourism atau thanatourism ini rupanya sudah ada bahkan sejak sebelum tahun 90-an.
Salah satu contohnya adalah Pompeii, kota di Roma yang hancur akibat bencana gunung berapi dan mulai ramai dikunjungi turis sejak 1700-an.
Baca Juga: Liburan Sekolah, Yuk Coba Wisata Bahari di Jakarta
Lalu, ada pula Koloseum di Roma yang senantiasa ramai dikunjungi turis padahal dulunya merupakan tempat bertarung hingga mati.