Suara.com - 6 Giant Tutup, Benarkah Gaya Hidup Praktis Bikin Retail Offline Terkikis?
Ketatnya bisnis retail dan semakin menggilanya transaksi online bersama promo dari banyaknya e-commerce disebut jadi salah satu gugurnya banyak gerai retail offline seperti Giant.
Seperti diketahui perusahaan retail Giant, anak usaha PT Hero Supermarket Tbk (HERO) akan menutup beberapa gerainya.
Sebelum melakukan penutupan, pihak pengelola memberikan potongan harga bagi semua barang yang masih tersedia. Spanduk dengan tulisan diskon besar-besaran dan pemberitahuan bahwa gerai Giant akan tutup juga terpampang nyata, baik di depan dan di dalam gerai.
Baca Juga: Jangan Bingung, Ini Tips Cari Tahu Kualitas Hijab saat Belanja Online
Giant akan menutuo 6 gerai mereka pada 28 Juli 2019. 6 toko tersebut antara lain Giant Ekspres Cinere Mall, Giant Ekspres Mampang Prapatan, Giant Ekspres Pondok Timur, Giant Ekstra Wisma Asri, Giant Ekstra Jatimakmur, dan Giant Ekstra Mitra 10 Cibubur.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri turut berkomentar soal tutupnya 6 gerai Giant kepada Suara.com.
"Yang ini belum, karena saya baru datang sehingga harus dicek dahulu," ujar Hanif di Gedung Kemenko Perekonomian, Senin 24 Juni 2019
Penutupan gerai retail secara umum disebutnya karena perkembalangan teknologi yang tak terbendung dan membuat adanya peralihan dari belanja manual ke online.
Tapi imbasnya, pengurangan karyawan di perusahaan-perusahaan retail atau PHK rentan terjadi.
Baca Juga: Di Brazil, Anjing Bisa Belanja Online Sendiri
"Kalau secara umum perkembangan teknologi secara masif pasti akan berdampak terhadap pengurangan pekerja di sejumlah sektor," tambahnya.
Tapi di lain sisi, Hanif memastikan perkembangan teknologi akan menciptakan kesempatan kerja yang baru.
Di lain kesempatan, jika diadu pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri soal tren belanja yang kian beralih kepada belanja online, hal ini juga sejalan dengan prediksi McKinsey, yang menyatakan penetrasi belanja online masyarakat Indonesia akan meningkat menjadi 83% dari total pengguna internet, atau meningkat sekitar 9% dibanding penetrasi belanja online di 2017-2018.
Survei yang diberitakan ShopBack, platform gaya hidup yang mengkurasi ecommerce serta mendorong masyarakat untuk dapat belanja online dengan cara hemat dan cermat, melihat industri e-commerce di Indonesia pada 2019 semakin terarah berkembang.
“Tahun 2019 industri perdagangan digital di Indonesia akan lebih berwarna dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini pelaku ecommerce semakin gencar menghadirkan inovasi untuk menggaet konsumen baru dan mempertahankan konsumen lama,” ungkap Indra Yonathan, Country Head of ShopBack Indonesia kepada Suara.com beberapa waktu lalu.
Transaksi melalui perangkat mobile meningkat
Indonesia merupakan negara mobile-first dimana lebih dari 94% masyarakat yang terkoneksi dan mengakses internet melalui perangkat smartphone (data Google & Temasek). Rata-rata masyarakat menghabiskan 4 jam untuk mengakses internet melalui perangkat mobile. Bahkan, 68% dari masyarakat yang terkoneksi tersebut merupakan online shopper, yang menggunakan perangkat mobile/smartphone untuk mencari produk yang diinginkan.
Sementara itu, berdasarkan data transaksi ShopBack menunjukkan aplikasi mobile menyumbang 75% volume pemesanan secara online. Hal ini membuktikan masyarakat semakin tergantung dengan perangkat mobilenya tidak hanya dalam bersosial media tetapi juga melakukan transaksi online.
Social media commerce masih ada namun cenderung menurun
Berdasarkan laporan We Are Social 2018, hampir setengah dari total populasi di Indonesia atau sekitar 130 juta merupakan pengguna aktif media sosial. Tak ayal, media sosial pun turut menjadi lapak para pelaku UMKM mempromosikan serta menjajakan jualannya kepada pengguna. Social media commerce ini masih akan tetap bermunculan, namun dalam porsi yang lebih sedikit. Perlahan pelaku UMKM yang berjualan di platform media sosial mulai merambah dan masuk ke dalam platform e-commerce.