Suara.com - Tumpeng, gunungan nasi kuning berpagarkan aneka sayur dan lauk ini merupakan hidangan yang lazim disuguhkan dalam berbagai kenduri maupun syukuran di Indonesia.
Manifestasi harapan dan doa ini menurut Ria Musiawan, presiden Indonesia Gastronomy Association (IGA) juga melambangkan hubungan antara Sang Khalik dan mahluknya.
Sebab hal tersebut, menyikapi tumpeng, tak sembarang cara dapat dilakukan. Seperti halnya tradisi potong tumpeng yang salah kaprah selama ini.
''Kebiasaan memotong tumpeng harus diperbaiki, karena berpotensi merusak nilai filosofis tradisi tumpengan,'' ujar Ria, seperti dikutip Suara.com dari Antaranews.
Baca Juga: Ini 3 Kafe yang Mengizinkan Kamu Membawa Hewan Peliharaan
Menurut Ria, sebab tumpeng merupakan simbol hubungan Tuhan dan mahluknya, memotong tumpeng dapat diartikan memutus hubungan tersebut.
Maka semestinya, Ria berpendapat, tumpeng yang merupakan simbol dari gunungan yang bersifat awal dan akhir, sebaiknya tidak dipotong melainkan dikeruk.
''Jika (tumpeng) dipotong, seolah-olah kita memotong hubungan dengan Tuhan, sebab puncak tumpeng menyimbolkan tempat bersemayam Sang Pencipta,'' tambah Ria.
Mengeruk tumpeng pun tak dapat sembarang dilakukan. Tumpeng hanya boleh dikeruk melalui sisi samping dari bawah. Lantas si empu yang mengeruk tumpeng memejamkan doa dalam hati.
Selain itu, penting kiranya si pemimpin kenduri menjelaskan sekilas makna tumpeng pada para hadirin.
Baca Juga: Ini Daftar Harga Jual Rumah Subsidi se-Indonesia 2019, Berapa di Jakarta?
Sebab konon, di zaman dahulu, para tetua akan menceritakan terlebih dahulu sekilas makna tumpeng sebelum disantap bersama.