Suara.com - Lebih dari ribuan tahun, masyarakat Qatar mengenal tradisi balap unta. Beberapa tahun belakangan, tradisi ini kian populer dengan sentuhan teknologi abad ke-21: robot joki.
Lebih dari sekadar cambuk mekanik yang dikendalikan melalui remote, robot joki dilengkapi fitur suara untuk memerintahkan unta berlari secepat mungkin.
Kehadirannya tak hanya menjawab tantangan adu cepat di arena balap gurun, robot ini diciptakan untuk menuntaskan permasalahan hak asasi manusia yang akut di skena balap unta.
Sebab konon semakin ringan tubuh joki, semakin cepat pula lari unta, dahulu anak-anak berusia empat tahun dimanfaatkan sebagai joki di beberapa negara yang menggelar turnamen ini.
Baca Juga: Warga Penuh Sesak di Bundaran HI Saat Rayakan HUT Jakarta
Sejak joki anak dilarang di Qatar pada tahun 2005, robot joki hadir menggantikan peran manusia.
Negara-negara di Timur Tengah kemudian tertular gerakan serupa dan menjadikan ajang balap di arena gurun ini perpaduan antara tradisi balap hewan dan teknologi.
Turnamen balap unta sendiri pada umumnya berlangsung selama 1,5 hingga 3 jam lebih, tergantung pada kecepatan unta dan panjang lintasan lomba.
Saat unta-unta berlari menyisir arena balap, konvoi mobil yang ditumpangi pemilik, pelatih dan penonton akan mengiringi mereka dari samping arena.
Baca Juga: Ha Sung Woon Hipnotis Ribuan Penggemar di Jakarta