Suara.com - Menguap seringkali diasosiasikan dengan kondisi mengantuk yang teramat sangat. Namun selain memberikan sinyal kantuk, menguap ternyata juga menjadi cara tubuh untuk mendinginkan otak.
Hal ini terungkap melalui penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Physiology & Behavior. Penelitian yang melibatkan 92 mahasiswa sarjana Biologi ini menemukan bahwa menguap dipicu ketika tengkorak terlalu panas sehingga tubuh secara refleks berupaya mendinginkan otak dengan mengeluarkan udara panas ke luar tubuh lewat mulut dan mengambil pasokan udara luar yang lebih dingin.
Menurut peneliti, suhu otak dapat berubah karena berbagai alasan, termasuk stres, gairah kortikal, dan pola tidur. Untuk mengarah pada temuan ini, para responden dikompres air hangat (46 derajat celcius), air dalam suhu kamar (22 derajat celcius), dan air bersuhu dingin (4 derajat celcius). Pembuluh darah utama di leher yang memompa darah ke otak, leher, dan wajah responden kemudian diamati.
Responden diminta menahan kompres di area ini selama lima menit, dan para ilmuwan menggunakan peralatan pencitraan termografi untuk memeriksa apakah suhu otak partisipan berubah. Selanjutnya, para responden diminta menonton video berdurasi 63 detik dari sembilan orang yang menguap.
Baca Juga: Viral Cewek Cantik Menguap, Warganet Beraksi dengan Editan Kocak
Setelah menonton klip, mereka mengisi kuesioner menjawab apakah setelah melihat video tersebut mereka memiliki keinginan untuk menguap sebelum, selama, atau setelahnya. Karena menguap itu menular, para ilmuwan menguji apakah suhu aliran darah yang menuju ke otak responden memengaruhi refleks ini.
Dari total responden tersebut, 62 di antaranya merasa ingin menguap saat menonton video. Sementara peserta yang dikompres air dingin, mengaku bahwa mereka hanya memiliki sedikit keinginan untuk menguap. Keinginan terbesar untuk menguap berasal dari kelompok yang dikompres air bersuhu hangat.
"Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa menguap berfungsi sebagai mekanisme pendinginan otak," catat para peneliti, seperti dilansir dari Newsweek