Suara.com - Menyambangi kota Banyuwangi di bulan Ramadan, tak lengkap rasanya jika belum menikmati deretan takjil khas kawasan The Sunrise of Java nan lezat dan istimewa.
Dari yang manis hingga gurih, empat deretan takjil khas Banyuwangi tersebut dihimpun Suara.com disini. Apa saja?
Kopyor roti
Kopyor roti, kuliner Ramadan khas Banyuwangi ini terbuat dari perpaduan roti tawar, bihun dan santan kelapa yang dibalut daun pisang.
Baca Juga: Sepotong Ice Candy nan Abadi, Es Legendaris Kadoya Shokudo di Jepang
Untuk menyajikannya, daun pisang diisi dengan campuran air tawar dan santan yang berkelindan bersama selembar roti, bihun, dan potongan nangka.
Lantas selanjutnya, sepaket kopyor roti dikukus selama 15 menit dan siap disajikan. Cita rasanya yang manis dan segar, nikmat disantap terlebih tatkala berbuka puasa.
Di Banyuwangi, selain dapat ditemukan dijajakan di berbagai gerai takjilan, kita dapat menemukan sajian khas ini di Festival Ramadan di kawasan Gesibu.
Botok tawon
Botok tawon, sajian camilan khas Banyuwangi, Jawa Timur ini merupakan varian pepes berisikan lava tawon beserta sarangnya, berbalutkan daun pisang.
Baca Juga: Sejak 1960, Lezatnya Soto Betawi Haji Mamat nan Legendaris
Untuk mengolahnya, lebah tawon dipotong-potong kecil terlebih dahulu, lantas dicampurkan cabai, gula merah, asam, bawang merah dan tomat.
Selanjutnya campuran tersebut dikukus sekitar 45 menit hingga daun pisang tersebut layu pertanda botok tawon siap dihidangkan.
Cita rasanya yang khas dan cukup berbeda dengan pepes pada umumnya, membuat botok tawon memiliki tempat tersendiri di hati para penggemarnya.
Terlebih, botok tawon disebut sanggup menambah vitalitas dan stamina.
Untuk menikmati kuliner khas Banyuwangi ini kita harus merogoh kocek sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu.
Petulo
Petulo, jajanan tradisional dengan siraman kuah ini memiliki bahan dan cita rasa yang serupa dengan Putu Mayang.
Kala bulan Ramadhan, Petulo merupakan salah satu jajanan takjil yang jadi primadona di Banyuwangi.
Petulo yang terbuat dari tepung beras, diuleni hingga kalis, lantas dicampurkan beragam pewarna makanan, macam warna hijau, pink dan putih.
Saat telah siap, adonan tepung Petulo kemudian dicetak melalui alat khusus.
Cetakan tersebut membuat Petulo tampak seperti cikal kerupuk yang masih basah, atau kelindan spaghetti aneka warna.
Setelah berbentuk mie, adonan tersebut dikukus selama 15 menit.
Petulo kemudian disajikan sembari disiram kuah atau yang oleh masyarakat setempat disebut juruh, terbuat dari santan dan gula merah.
Kopai osing
Kopi khas suku Osing di Desa Kemiren, Banyuwangi ini dikenal sebagai kopai osing.
Kopi ini diolah menggunakan wajan tanah liat dengan pengapian kayu bakar.
Untuk menjaga cita rasanya nan khas, biji kopai osing diperlakukan istimewa.
Setelah dipetik, kopi tidak dicuci, namun lantas disangrai selama 15 menit agar kematangannya merata.
Saat diseduh menggunakan gelas, kopi ini harus diaduk menggunakan sendok kayu agar cita rasanya tetap terjaga.
Tak heran, kopai osing dengan rasanya yang pahit dan asam begitu terasa di lidah.
Konon, rasa kopai osing nan unik, sangat dipengaruhi kondisi geografis alamnya.
Biji kopi yang tertanam di tanah Banyuwangi yang notabene merupakan kawasan pesisir ini dihinggapi uap laut yang mengandung garam.
Komposisi alam tersebut membuat kopi ini memiliki khasanah rasa yang kaya.
Jika ingin menikmati segelas kopai osing, sambangilah Sanggar Genjah Arum di Desa Wisata Osing Kemiren.
Salah satu variannya yang paling diminati, kopai osing durian, disajikan dengan topping buah durian nan legit.