Musim Panas, Bahan Linen Diserbu Para Pecinta Fesyen

Minggu, 26 Mei 2019 | 10:37 WIB
Musim Panas, Bahan Linen Diserbu Para Pecinta Fesyen
Ilustrasi seorang perempuan mengenakan baju dari kain linen. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tren dalam dunia fesyen seakan datang dan pergi. Apa yang sudah menjadi tren di masa lalu, bisa kembali diminati banyak orang pada saat ini. Begitu pula linen. Kain yang keren karena selalu membuat pemakaian merasa dingin.

Kain lembut, yang bernafas, berusia berabad-abad ini sebenarnya diperuntukkan bagi perabot rumah tangga dan seprai. Tetapi pada 1990-an, kain telah menjadi kain yang digunakan untuk baju saat liburan musim panas.

Ya, ini semua karena kemampuan linen mendinginkan tubuh saat cuaca panas di pinggir pantai atau kolam renang. Biasanya, orang-orang menggunakan kemeja 'boyfriend-style' sebagai luaran dari bikini mereka.

Sementara, para remaja lebih senang tidak mengancingkan kemeja linen mereka dan mengikatnya di tengah bagian tubuh mereka, dengan gaya ala Mr Ripley.

Baca Juga: Rambah Bisnis Fesyen, Aero-Aqsa Terinspirasi Pebalap Ini

Di masa sekarang ini, menurut platform pencarian mode global Lyst, pencarian linen terus meningkat sejak Januari 2019 hingga jumlahnya naik mencapai 46 persen.

Bahan linen digunakan di hampir seluruh landasan panggung mode Musim Semi / Musim Panas 2019, mulai dari celana paisley yang berputar-putar di Zimmerman dan setelan rok Working Girl di Tibi.

Di tempat lain, linen menawarkan banyak penggemar selebritas, termasuk Kate Moss, Jennifer Aniston, dan Elle Fanning, yang mengenakannya di Festival Film Cannes tahun ini. Mereka mengenakan setelan celana linen putih yang longgar.

Serta sejumlah merek butik, seperti Palmier London, Three Graces London dan Faithfull the Brand, sedang membayangkan kembali kain dalam bentuk dan gaya kontemporer, memperjuangkan linen sejauh kain itu menjadi USP mereka.

Ilustrasi kain linen. [Shutterstock]
Ilustrasi kain linen. [Shutterstock]

"Linen adalah kain yang sudah tua, alami dan tahan lama. Sangat nyaman dalam cuaca panas sehingga telah menjadi standar dalam banyak koleksi musim panas desainer," jelas perancang busana Anna Berkeley.

Baca Juga: Belanja Fesyen Hingga Makanan Bisa Hemat 5 Miliar di ShopBack

"Meskipun terkadang kita masih melihat sedikit tampilan 'mummi' dalam bahan itu, aku suka label seperti Johanna Sands, Jacquemus dan Apiece Apart mengolahnya untuk membuatnya terasa modern," ungkapnya lagi.

Tessa Holladay, salah satu pendiri Palmier London, mengatakan kepada The Independent bahwa ia melihat linen muncul kembali beberapa tahun yang lalu di Australia, dengan merek-merek seperti Posse, Arthur the Label dan Rowie menciptakan potongan-potongan unik dan mudah dipakai dari kain.

“Jelas ini adalah sesuatu yang lebih alami bagi Australia, yang menikmati iklim yang lebih hangat dan budaya yang lebih berbasis pantai, tetapi juga menarik hati kami di sini di Inggris. Sepanjang musim panas 2017, kami memiliki banyak teman yang menghabiskan banyak uang untuk mengimpor kain linen cantik ini dari belahan dunia lain," jelasnya.

"Terinspirasi oleh merek-merek ini, linen menjadi bahan pokok lemari pakaian kami, Chloe (pendiri Palmier lainnya) dan saya memutuskan untuk menyelidiki kemungkinan mengembangkan tren di Inggris, menggunakan produsen Eropa dan memperkenalkan sentuhan London," ujarnya lagi.

Duo ini meluncurkan mereknya pada musim semi 2018 dan telah meningkat popularitasnya sejak saat itu, dengan bantuan influencer mode utama termasuk Lucy Williams dan Olivia Purvis, yang telah menjadikan Palmier sebagai label pilihan untuk set gaya Instagram dan ribuan pengikut lainnya.

Bukan cuma kelebihan estetika dan fungsinya yang mendinginkan, daya tarik linen juga karena ia terbuat dari tanaman rami dan karenanya sangat berkelanjutan, menjadikannya permata langka dalam budaya mode, yang kita tahu seringkali merusak planet ini.

"Linen adalah salah satu kain mode paling biodegradable yang tersedia. Setiap bagian dari tanaman rami yang terbuat dari linen dapat digunakan, jadi tidak ada yang terbuang. Rami juga merupakan tanaman yang sangat tangguh dan dapat tumbuh di tanah yang buruk dengan konsumsi air yang jauh lebih sedikit daripada kapas," lanjut Holladay.

Faktanya, kata dia, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB menyatakan bahwa rami menggunakan pestisida 13 kali lebih sedikit daripada kentang, tetapi hanya sekitar satu persen dari konsumsi serat pakaian dunia.

"Misi kami adalah untuk mengubah itu!" ungkapnya.

Karena cara pembuatannya, linen juga sangat tahan lama, jelas sejarawan mode Dr Kimberly Chrisman-Campbell, yang menggambarkannya sebagai investasi yang sangat baik.

"Linen adalah salah satu bahan pakaian tertua, dipakai di Mesir kuno dan digunakan di barat untuk pakaian dalam dan tempat tidur karena bisa dicuci," katanya kepada The Independent.

"Ini jauh lebih berkelanjutan daripada katun dan bertahan selamanya, jadi ini adalah investasi yang sangat baik," tutup dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI