Ziarah Budaya, Menyisir 4 Upacara Kematian di Tana Toraja

Sabtu, 25 Mei 2019 | 15:10 WIB
Ziarah Budaya, Menyisir 4 Upacara Kematian di Tana Toraja
(Wikimedia Michael Gunther)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tana Toraja merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang kaya akan aneka upacara kematiannya.

Di kabupaten yang terletak di selatan Sulawesi ini, beragam upacara kematian digelar, menjelma warisan peradaban nan luhur dan berharga bagi khasanah kebudayaan Tanah Air.

Empat di antara upacara kematian di Tana Toraja tersebut, dihimpun Suara.com disini. Apa saja?

Patung jenazah Tau-tau

Baca Juga: 4 Hal Menarik Ini Tak Boleh Kamu Lewatkan Saat Berkunjung ke Tana Toraja

Tau-tau, patung kayu menyerupai manusia ini merupakan replika kerabat yang telah meninggal dalam lingkup tradisi Toraja.

Proses pemahatannya tak dapat dilakukan sembarangan dan hanya dikerjakan oleh pemahat khusus.

Sebab itu, sebelum jenazah diarak menggunakan peti Pong Buri, sang pemahat akan memahat Tau-tau persis di dekat jenazah, demi memperoleh detil nan maksimal.

(Wikimedia Tropenmuseum)
(Wikimedia Tropenmuseum)

Tak hanya dipahat oleh pemahat khusus, yang diizinkan membuat Tau-tau pun hanya keluarga yang sanggup menyembelih setidaknya 24 ekor kerbau, yang terdiri dari empat jenis ekor kerbau berbeda.

Sebab biaya pembuatan tau-tau pun tak murah, berkisar Rp 25 juta bergantung detil dan ukurannya.

Baca Juga: Kekayaan Seni Budaya Toraja Tutup Lovely Desember 2018

Kompleks Pemakaman Londa

Membentang di Desa Sandan Uai, Londa menyuguhkan goa yang berfungsi sebagai area pemakaman warga setempat.

Di goa-goa tersebut, peti berisi jenazah anggota masyarakat diletakkan dan ditumpuk di lubang-lubang gua.

Peletakannya pun dirunut berdasarkan derajat kedudukan seseorang. Semakin tinggi letaknya, semakin tinggi pula kedudukan mereka di masyarakat.

Pemakaman Bayi di Passiliran 

Ada yang berbeda di Passiliran, pemakaman bayi di Kambira, Toraja.

Jika pemakaman pada umumnya jenazah akan dikubur dalam tanah dan ditandai dengan batu nisan, di Passiliran, bayi-bayi dikubur di dalam pohon. Masyarakat setempat menyebut pohon tersebut tarra.

Menurut kepercayaan nenek moyang penduduk Kambira, bayi-bayi yang belum tumbuh giginya harus dikubur di dalam pohon, agar jiwanya selamat menyisir perjalanan hingga alam baka.

(Instagram Krisbiiantoandyha)
(Instagram Krisbiiantoandyha)

Konon, bayi-bayi tersebut sengaja dikubur di dalam pohon, sebab jika dikubur layaknya manusia dewasa, masyarakat setempat meyakini petir akan menyambar liang lahat mereka.

Di dalam pohon tarra, bayi-bayi akan dimakamkan dalam kondisi meringkuk, tanpa sehelai benang pun layaknya berada di dalam rahim ibu.

Getah pohon tarra nan berwarna putih seperti susu dipercaya menggantikan air susu ibu untuk jenazah para bayi di dalam pohon tarra.

Bayi-bayi yang dimakamkan dalam pohon tarra akan ditempatkan sesuai strata sosial keluarga mereka. Semakin tinggi derajat keluarga si bayi maka semakin tinggi pula tempat ia dimakamkan.

Nahas, saat bayi meninggal, ibu kandung tidak diperbolehkan melihat makam bayi mereka hingga setahun berselang.

Hari ini, kawasan pemakaman Passiliran merupakan salah satu destinasi wisata favorit wisatawan yang menyambangi Toraja. Untuk masuk ke dalam komplek pemakaman ini, kita harus merogoh kocek sebesar Rp 10 ribu.

Festival Man'ene

Di Festival Ma'ene, jasad-jasad yang telah terkubur puluhan tahun, dikeluarkan kembali. Lantas, oleh keluarga dan anak cucu mereka, jasad tersebut didandani dan diberi pakaian baru layaknya mereka yang masih hidup.

Setelah didandani, jasad-jasad tersebut akan digiring berjalan menuju kampung halaman mereka.

Ritual ini konon dapat menangkal bencana dan segala bala buruk bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI