Suara.com - Rumah Makan Gudeg Pawon Tawarkan Sensasi Makan Di Dapur Umum.
Dapur umum menjadi hal yang sangat sensitif untuk ditunjukkan bagi sebagian besar rumah makan.
Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Rumah Makan Gudeg Pawon, tempat legendaris sejak medio 2000 di Jalan Janturan Warungboto Umbulharjo Yogyakarta.
Di rumah makan ini, para pengunjung diwajibkan untuk memasuki pawon atau dapur jika ingin menyantap gurihnya gudeg yang disuguhkan.
Baca Juga: Berdiri Sejak 1960-an, Gudeg Abimanyu Sajikan Kuliner Khas Semarang
Sumarwanto (58) pemilik Rumah Makan Gudeg Pawon menceritakan, mulanya ia berjualan di Pasar Sentul, tidak jauh dari lokasi ia berjualan sekarang. Banyak pelanggan yang tidak mau mengantri dan bahkan sering kehabisan. Oleh karena itu banyak pelanggan yang menanyakan keberadaan dapur yang digunakan untuk memasak.
“Keunikan zaman dulu itu kayak gini, sekarang sudah hilang dan ini satu-satunya (yang masih tersisa). Dulu itu jualannya malah di pasar, dulu jam tiga pagi. Lama-lama pelanggan banyak, dulu kelamaan nunggu di pasar, pelanggan tanya sama ibu rumahnya dimana. Belum sampai di sana (pasar) sudah habis di sini. Karena nanggung, akhirnya netap di rumah,” kata Sumarwanto Minggu (19/05/2019)
Sumarwanto mengatakan, ada banyak nama sebelum warungnya setenar sekarang. Serta yang memberi nama Gudeg Pawon itu sendiri adalah para pelanggan.
“Pawon itu artinya dapur, yang ngasih nama itu ya pelanggan. Dulu banyak namanya, ada gudeg maling, karena banyak malingnya di sini yang jajan, polisi, bahkan artis pernah makan di sini, banyak, enggak perlu saya sebutkan,” cerita Sumarwanto.
Sumarwanto adalah generasi kedua setelah ibunya yang mulai berjualan sejak tahun 1958 di daerah Pasar Sentul. Baru menetap di lokasi yang sekarang sejak tahun 2000 setelah melalui masa-masa sulit.
Baca Juga: Gudeg Bu Har, Citarasa Gudeg Legendaris di Kota Pahlawan
“Pernah jatuh, kolaps kalau jaman sekarang. Bangkit lagi pelan-pelan, dulu sempat jualan nasi pecel, jualan gorengan untuk menyambung hidup. Yang namanya usaha itu pasti ada jatuhnya,” kenang Sumarwanto.
Untuk menjaga cita rasa, Sumarwanto menggunakan bumbu dan rempah tradisional hasil racikannya sendiri. Selain itu cara memasaknya juga masih menggunakan kayu.
“Enggak ada yang jual, bumbunya saya buat sendiri. Kalau masaknya saya mulai jam sembilan pagi, selesainya jam dua siang, istirahat, magrib mulai lagi,” Katanya
Diakuinya meski Rumah Makan Gudeg Pawon sudah cukup terkenal, bahkan sudah banyan yang menawarkan ia tidak berencana membuka cabang.
“Saya ini pernah ditawari 200 juta, saya enggak mau untuk beli namanya. Saya enggak mau, saya enggak mata duitan,” tutupnya.
Berbeda dengan masakan Gudeg pada umumnya yang notabenenya manis. Gudeg Pawon menawarkn cita rasa yang gurih. Hal ini membuat wisatawan dari Yogyakarta merasa nyaman untuk makan di sini.
“Suasananya enak, aromanya masih menyatulah. Makannya karena sensasi sama rasa, saya kan enggak suka manis. Pertama kali makan di sini (2013) resepnya memang betul-betul berbeda, enggak begitu manis,” Kata wisatawan asal Bali Hardi Abdul Minggu (19/05/2019) saat mengunjungi rumah makan Gudeg Pawon yang menawarkan sensasi makan di dapur umum ini.
Kontributor : Rahmad Ali