Suara.com - Riwayat Batik Tulis Solo yang Tak Lekang Dimakan Zaman
Keindahan batik tulis Solo tak perlu lagi diragukan. Bahkan, batik tulis yang sudah dijadikan warisan dunia ini, sudah tersohor hingga mancanegara.
Sayangnya dibalik keindahan batik tulis, ada dilema soal ketidak praktisan pembuatannya. Kekinian, gempuran batik printing, yang lebih murah dan mudah diproduksi dalam jumlah banyak, tidak bisa lagi dihindari oleh industri batik di kota Solo.
Pengusaha batik pun sadar, jika tidak segera mengambil langkah tepat, bukan tidak mungkin nantinya batik tulis Solo akan benar-benar hilang dari peredaran.
Baca Juga: Irma Susanti Sukses Bawa Batik Tulis Kustom hingga ke London
Tetapi jika harus menyesuaikan harga dan mengikuti harga printing jelas tidak mungkin. Mengingat, harga batik tulis bisa berlipat-lipat dibandingkan harga batik printing.
Harga batik tulis berkisar di angka Rp 1 juta. Sedangkan batik printing hanya puluhan ribu saja. Perbedaan harga yang begitu jauh ini tak bisa dilepaskan dari proses pembuatan batik tulis yang masih manual menggunakan canting.
Selain itu, pembuatan selembar batik tulis memakan waktu cukup lama. Untuk motif-motif tertentu, jangka waktu pembuatan batik tulis bisa sampai lebih dari dua bulan.
"Sebenarnya harga itu sudah sesuai dengan prosesnya. Dan memang batik tulis itu segmennya berbeda, menengah ke atas. Jadi peminatnya juga terbatas," ungkap Ketua Forum Perajin Kampung Batik Laweyan (FPKBL), Alpha Febela Priyatmono kepada Suara.com, baru-baru ini.
Salah satu upaya untuk menekan harga batik tulis agar bisa terjangkau untuk semua kalangan yakni dengan melakukan trik kombinasi, yakni memadukan antara batik cap dengan batik tulis.
Baca Juga: Batik Tulis, Kamu Wajib Punya Minimal 1 di Lemari
Perpaduan ini membuat harga batik tulis kombinasi relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis murni.
"Memadukan batik tulis dengan batik cap. Itu bisa menekan harga batik tulis, dan bisa jadi lebih murah," terangnya.
Selain itu, Alpha melanjutkan, upaya lain yakni dengan menggunakan bahan yang lebih murah, alias menggunakan bahan dengan kualitas menengah.
Dengan begitu harga batik tulis juga bisa lebih murah dan terjangkau. Alpha pun tidak rela jika sampai batik tulis benar-benar hilang.
Sebab, selama ini kota Solo dikenal dengan industri batiknya. Sebisa mungkin para perajin batik di Solo akan berupaya keras agar gempuran printing motif batik ini tidak terus menggerus keberadaan batik tulis.
"Kami juga sudah bekerja sama dengan lembaga sertifikasi untuk melakukan sertifikasi terhadap perajin batik. Misalkan sertifikasi untuk desainer, untuk pembatik, atau pun untuk pembuat motif. Kemudian juga adanya sertifikat mutu, hak cipta, SNI," imbuhnya.
Dengan itu, Alpha menaruh harapan besar akan kebangkitan kembali batik tulis. Ia juga berharap, adanya peran serta dari pemerintah untuk ikut melestarikan batik tulis di Solo, dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan dan juga pendampingan.
Hal yang cukup diwaspadai dengan konteks digital online atau industri 4.0, pengusaha batik berharap pemerintah mengadakan pelatihan model digitalisasi.
"Pemerintah mendirikan UMK Digital Training Center, sifatnya setiap saat bisa kami gunakan untuk konsultasi. Itu tidak hanya melatih, tapi juga ikut mendampingi," pungkasnya.
Kontributor : Ari Purnomo