3 Tradisi yang Masih Dilestarikan di Semarang

Minggu, 12 Mei 2019 | 11:00 WIB
3 Tradisi yang Masih Dilestarikan di Semarang
Menyambut bulan suci dengan suara bedug dan meriam: Dugderan. (Dok Airy Rooms)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Mulainya acara dugderan ditandai dengan pemukulan beduk oleh pejabat setempat dan dilanjutkan dengan penyalaan meriam. Suara beduk dug dug dug dan diakhiri dentuman meriam der der der itulah yang mendasari penamaan tradisi tahunan Semarang tersebut.

Melempar lumpur untuk menolak bala dan kejahatan: Popokan

Di Sendang, Bringin, Semarang, ada sebuah tradisi unik yang diadakan pada hari Jumat Kliwon di bulan Agustus setiap tahunnya. Tradisi ini disebut popokan yang dipercaya sebagai penolak bala dan kejahatan. Popokan juga diselenggarakan sebagai wujud syukur atas berkah panen yang melimpah.

Baca Juga: Melihat Tradisi Ramadan di Masjid Sunan Giri Gresik

Dalam tradisi popokan, warga laki-laki—mulai dari anak-anak sampai orang dewasa—akan saling melempar lumpur di jalan utama desa. Lumpur ini diambil dari sawah setempat. Tubuh kotor karena terkena lumpur bukan masalah. Tidak ada emosi, hanya ada sukacita semata selama popokan. Warga justru percaya bahwa terkena lumpur menandakan mereka mendapat berkah.

Sebelum acara lempar lumpur, masyarakat akan membersihkan sendang, berdoa bersama, dan mengadakan berbagai kesenian serta hiburan. Gunungan hasil bumi dan sesaji akan diarak dan selanjutnya diperebutkan oleh warga. Ada juga arak-arakan dekorasi berwujud macan yang menjadi maskot tradisi popokan.

Mendoakan leluhur dengan ziarah kubur: Nyadran

Mendoakan leluhur dengan ziarah kubur: Nyadran. (Dok: Airy Rooms)
Mendoakan leluhur dengan ziarah kubur: Nyadran. (Dok: Airy Rooms)

Tradisi nyadran bukanlah ritual yang asing bagi masyarakat Jawa, termasuk Semarang. Nyadran biasanya dilakukan sebelum ibadah puasa dimulai, yaitu di bulan Ruwah. Umat muslim akan berziarah ke makam keluarga atau leluhur lalu membersihkan kuburan.

Selanjutnya, mereka akan memanjatkan doa bagi sanak saudara yang telah meninggal, sekaligus meminta pada Tuhan supaya ibadah puasa bisa berjalan baik.

Baca Juga: Mengintip Tradisi Ramadan di Negeri Tirai Bambu

Umumnya, nyadran dilakukan secara pribadi atau bersama keluarga besar. Namun, beberapa daerah masih menggelar tradisi ini bersama seluruh warga satu dusun atau desa. Biasanya, setelah ziarah kubur, masyarakat akan mengadakan makan bersama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI