Ingat, Jaminan Halal Pada Makanan Bukan Sekadar Tidak Mengandung Babi

Kamis, 09 Mei 2019 | 16:51 WIB
Ingat, Jaminan Halal Pada Makanan Bukan Sekadar Tidak Mengandung Babi
Ilustrasi produk halal. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ingat, Jaminan Halal Pada Makanan Bukan Sekadar Tidak Mengandung Babi

Selama ini banyak orang menganggap bahwa makanan atau produk yang digunakan sehari-hari tergolong halal jika tidak mengandung babi atau alkohol yang memang diharamkan bagi umat muslim.

Namun ternyata disampaikan Syifa Fauziah, Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), batasan halal dan haram tidak sesederhana itu.

"Hadits Nabi menyatakan bahwa batas antara halal dan haram itu jelas. Yang subhat (tidak jelas) sebaiknya ditinggalkan. Namun masih banyak yang belum familiar soal halal-haram produk pabrik. Banyak yang masih berdasarkan kriteria, yang penting tidak mengandung babi atau alkohol, dan menganggap itu sudah cukup,” ujar Syifa dalam temu media di Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Baca Juga: CEK FAKTA: Bulan Ramadan, Ada Daging Babi dalam Kemasan Halal?

Menurut Syifa, setiap bahan yang digunakan oleh umat muslim haruslah tidak mengandung bahan yang tidak halal, dan prosesnya pun terjamin, tidak ada kontaminasi. Yang harus jadi pedoman adalah sistem pembuatannya, dari hulu hingga hilir.

"Adanya cap fatwa MUI bisa jadi pegangan atau pedoman bahwa memang sudah ada sistem yang mengawasi produk halal ini. Jadi kalau sudah ada produk yang memiliki jaminan halal maka sebagai konsumen kita lebih tenang menggunakannya," imbuhnya.

Ilustrasi produk halal. (Shutterstock)
Ilustrasi produk halal. (Shutterstock)

Dalam kesempatan yang sama, Lukmanul Hakim, M.Si selaku Ketua LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian (Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) mengatakan bahwa pihaknya mengeluarkam sertifikasi jaminan halal (SJH) yang merupakan jaminan bahwa sebuah perusahaan tersebut berkomitmen memproduksi produk secara halal dari hulu ke hilir dan terus dijaga konsistensinya.

Payung hukum Jaminan Produk Halal sendiri kata Lukman adalah sertifikat Halal yakni berdasarkan UU Sertifikasi Halal, UU no 33 tahun 2013. Prosesnya sertifikasi Halal dimulai dengan mendaftarkan produk ke LPPOM MUI secara daring.

"Setelah lengkap, akan dijadwalkan audit ke lapangan untuk melihat bahan, proses dan sistemnya. Setelah itu hasilnya dibahas dalam rapat auditor, lalu diajukan ke Komisi fatwa dalam bentuk rekomendasi ilmiah. Baru kemudian ditetapkan halal atau tidak berdasarkan rekomendasi LPPOM MUI," imbuhnya.

Baca Juga: Pernah Punya Usaha Bakmi, Baim Wong Akui Sulitnya Mengurus Sertifikat Halal

Lukman menjelaskan untuk mendapat sertifikasi jaminan halal, sebuah produk harus memenuhi 11 kriteria sistem jaminan halal yang terbagi dalam 2 bagian besar, yaitu kriteria utara dan kriteria pendukung. Kriteria dasar yang paling penting adalah bahan yang digunakan, produk jadi dan fasilitas produksi dari hulu ke hilir.

"Sedangkan beberapa fasilitas pendung yang mesti dipenuhi adalah kebijakan halal yang diterapkan perusahaan, tim manajemen halal perusahaan, penanganan produk yang tidak memenuh kriteria, hingga audit internal," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI