Suara.com - Setiap menginjak bulan Ramadan, berbagai macam kuliner khas daerah mulai banyak bermunculan. Salah satunya, kuliner khas yang menjadi buruan warga Bogor, yakni mi glosor.
Mi berwarna kuning dengan tekstur licin ini menjadi menu wajib warga Bogor untuk berbuka puasa. Rasanya yang lembut dengan disiram sambal kacang akan menggugah selera bagi yang menyantapnya.
Permintaan pasar akan mi berbahan dasar sagu aren ini pun meningkat secara drastis di bulan Ramadan. Seperti dialami salah satu produsen mi glosor, Eman Sulaeman (48), yang kewalahan memenuhi pasar.
"Hari biasa 5 ton sehari, tapi Ramadan permintaan sampai 40 ton. Tapi saya mampunya cuma 20 ton saja," kata Eman, saat ditemui di Jalan Aryadilaga, Pancasan Baru, Kota Bogor, Rabu (8/5/2019).
Baca Juga: Jelajah Kuliner Bersama Accor Hotel, Spesial di Bulan Ramadan
Untuk memproduksi 20 ton, diperlukan 40 orang yang bekerja selama 24 jam. Pembuatan mi glosor ini juga terbilang cukup singkat, hanya membutuhkan waktu satu jam dari proses awal hingga menjadi mi glosor.
Sagu aren yang didatangkan dari Cianjur, Bandung, Garut, dan Banten ini diayak terlebih dahulu agar halus. Kemudian, bahan tersebut dicampur resep lalu diaduk hingga menjadi adonan dan dimasak.
"Karyawan saya ada 20 orang, ditambah 20 orang lagi yang jadi freelance dari warga sini. Kalau buatnya gak lama sih, cuma dari proses awal," tambahnya.
Eman mengaku meneruskan bisnis pembuatan mi glosor ini dari ayahnya sejak tahun 1998. Awalnya, mi buatan Eman diproduksi di Sukabumi, kemudian pindah ke Bogor dan dikenal sebagai mi glosor.
Terkait pemberian nama mi glosor ini sendiri menurut Eman karena teksturnya yang licin sehingga ketika dimakan langsung glosor ke tenggorokan. Mi ini biasanya dimakan dengan racikan sambal kacang.
Baca Juga: Liburan di Jember, Aurel Hermansyah Naik Becak dan Wisata Kuliner
"Ya mungkin makannya ga perlu dikunyah, glosor aja di tenggorkan karena minya kan licin," ungkap Eman.
Harga mi glosor buatan Eman ini dijual Rp 4.000 perkilogramnya dan dipasarkan ke wilayah Bogor dan Sukabumi. Dengan begitu, Eman mampu mendapat omset puluhan juta perhari di bulan Ramadan.
"Tinggal dikalikan saja harga sekilo Rp 4 ribu kali 20 ton. Tapi itu omeset kotornya ya," tutup Eman.
Kontributor : Rambiga