Meski sudah malang melintang di dunia durian, Puji mengaku sulit untuk mendeskripsikan durian yang enak. Menurutnya setiap orang memiliki preferensi sendiri soal durian yang enak di lidahnya. Ia mencontohkan, orang Tionghoa misalnya lebih senang rasa durian yang pahit, sementara orang Jawa lebih suka sensasi durian yang manis.
Namun menurutnya, durian yang memiliki citarasa legit lebih sering tumbuh di dataran yang panas ketimbang dataran tinggi. Alasannya, karena suhu dan arah angin laut yang berhembus diyakini memengaruhi citarasa buah durian.
"Sebenarnya durian semua enak dan enak sekali. Kalau saya lebih suka dari Malaysia. Tapi kita juga banyak kok durian enak, dari Medan enak. Kenyal manis. Kalau Thailand kan daging tebal tapi secara taste nggak terlalu enak. Jadi memang tiap orang berbeda-beda definisi enak," lanjutnya.
Nah, meski sudah sering makan durian, Puji tak gentar dengan anggapan bahwa konsumsi buah ini bisa meningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol. Menurut Puji, pencetus kolesterol bukan berasal dari sumber nabati seperti durian. Sehingga ia meminta masyarakat agar tidak menyalahkan durian.
Baca Juga: Agenda Akhir Pekan, Makan Durian Sepuasnya hingga Pameran Wedding
"Problemnya, durian kaya karbohidrat. Jadi orang yang makan harus menyesuaikan diri. Makan duren jangan pas perut kosong, supaya nggak maag. Jadi nggak ada durian bikin kolesterol. Durian kan nabati, bukan hewani. Kita sendiri yang kadang menyalahkan duren. Baiknya makan nasi dulu, sehingga perut nggak kembung gitu," imbuh dia.
Anggapan lain soal durian yang juga hanya sekedar mitos, tambah Puji, adalah mengonsumsi air yang dituang ke kulit durian agar tidak mabuk. Menurutnya, anggapan ini hanyalah sugesti sehingga seakan-akan memberikan khasiat tersebut.
"Itu lebih sugesti. Bikin rada percaya. Energi positif muncul. Tapi memang belum ada riset yang menyebutkan bahwa minum air di kulit durian bikin nggak mabuk. Lebih ke habis makan durian terus minum air itu yang bikin adem buat netralisir. Jadi hanya sugesti," tutup Puji.