Masyarakat menganggap bahwa sikap korban yang tidak melawan menunjukkan bahwa korban cenderung menikmati dan mau berhubungan intim dengan pelaku. Ya, pelaku dan korban dianggap melakukannya atas dasar suka sama suka.
Padahal, ini termasuk salah satu mitos kekerasan seksual yang harus Anda buang jauh-jauh mulai saat ini. Setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda saat menerima kekerasan seksual. Ada yang berani melawan, ada yang justru memilih diam karena takut disakiti pelaku.
Sikap korban yang tidak melawan bukan berarti mereka menginginkannya. Ini justru menandakan bahwa korban diliputi rasa takut. Apalagi kalau korban diancam dengan senjata tajam. Maka tidak heran kalau kebanyakan korban pemerkosaan tidak melawan dan lebih memilih untuk diam.
Kondisi ini disebut dengan inhibisi tonik, yaitu respon fisiologis tubuh yang membuat seseorang mengalami kelumpuhan fisik sementara sehingga tidak bisa bergerak atau melawan saat merasa takut atau terancam. Hal ini jugalah yang membuat korban kekerasan seksual rentan mengalami trauma PTSD dan depresi berat dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga: Curhat 2 Warganet Beberkan 'Kegilaan' Lain Penganiaya Audrey
5. Pelakunya pasti orang asing
Banyak orang yang menganggap bahwa pelaku perkosaan atau kekerasan seksual sudah pasti orang asing alias orang yang tidak dikenal sama sekali. Karena itulah, banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di jalan yang sepi dan biasanya saat malam hari.
Lagi-lagi, siapa pun bisa melakukan tindakan kekerasan seksual. Begitu juga dengan kerabat terdekat yang tidak pernah Anda duga sebelumnya.
Apapun alasannya, pelecehan seksual harus mendapatkan hukuman seadil-adilnya karena hal ini tentu sangat merugikan korban secara fisik dan meninggalkan trauma mendalam seperti halnya korban A.
Semoga dengan dukungan melalui Tagar JusticeforAudrey, dugaan pelaku pengeroyakan dan kekerasan seksual terhadap A diberikan hukuman seadil-adilnya.
Baca Juga: Terkait Kasus Bullying Audrey, Hotman Paris Punya Pesan untuk Jokowi