4 Tradisi Menyambut Ramadan di Indonesia yang Hampir Punah

Minggu, 07 April 2019 | 07:30 WIB
4 Tradisi Menyambut Ramadan di Indonesia yang Hampir Punah
Tradisi menyambut ramadan [ig @wanakubali]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - 4 Tradisi Menyambut Ramadan di Indonesia yang Hampir Punah

Sebagai negara yang berbudaya, daerah-daerah di Indonesia memiliki banyak tradisi. Salah satunya tradisi menyambut datangnya bulan Ramadan. Di beberapa daerah tradisi menyambut Ramadan sangatlah unik. Namun sayang, seiring berkembangnya zaman, beberapa tradisi menyambut Ramadan sudah hampir punah.

Untuk melestarikannya lagi, maka kenali 4 tradisi menyambut Ramadan di Indonesia yang dirangkum Suara.com dari informasi media, Pegi-Pegi.

Nyorog

Baca Juga: Sambut Ramadan 2019, Busana Kolaborasi Jovian X Ria Miranda Hadir di Zalora

Masyarakat Betawi mempunyai tradisi Nyorog atau membagi-bagikan bingkisan kepada anggota keluarga atau tetangga yang dilakukan sebelum datangnya bulan Ramadhan. Dalam tradisi ini, sanak keluarga nggak jarang memberikan makanan khas Betawi seperti sayur gabus pucung yang berbahan dasar ikan gabus digoreng, kemudian dimasak menggunakan berbagai rempah seperti kemiri, cabai merah, jahe, dan kunyit.

Tradisi nyorog biasanya dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang usianya lebih tua. Biasanya ada ucapan meminta restu dan memohon agar diberi kelancaran menjalankan ibadah puasa. Nyorog juga dipercaya masyarakat sebagai tanda untuk saling mengingatkan jika bulan suci Ramadhan akan segera datang. Selain itu, tradisi ini dapat mempererat tali silaturahmi antar tetangga atau keluarga.

Mungguhan

Masyarakat Sunda di Jawa Barat pada umumnya menyambut kedatangan bulan puasa dengan tradisi Mungguhan. Acara mungguhan terdiri dari kegiatan kumpul keluarga besar, sahabat, dan teman-teman untuk saling bermaafan sambil menikmati sajian makanan khas. Maksud dari tradisi ini adalah untuk mempersiapkan diri menuju puasa sebulan penuh.

Munggahan dilakukan oleh hampir semua golongan masyarakat Sunda dengan caranya masing-masing. Salah satu bentuk acara makan bersama yang dalam istilah orang Sunda disebut botram, dilakukan sambil bertamasya, baik di pegunungan, sawah, atau tempat wisata lainnya.

Baca Juga: Selama Ramadan, Turis Malas Pelesir ke Indonesia

Gebyar Ki Aji Tunggal

Gebyar Ki Aji Tunggal adalah tradisi perarakan (karnaval) masyarakat Desa Karangaji, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang diselenggarakan dalam rangka penyambutan bulan Ramadan. Selain bertujuan untuk syiar, kegiatan Gebyar Ki Aji Tunggal ini juga dilakukan untuk mengingatkan masyarkarat Desa Karangaji agar melakukan persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, seperti menjaga diri dari maksiat dan meningkatkan amal ibadah. Karnaval ini juga bertujuan sebagai ajang silaturahim dan ungkapan rasa syukur atas jasa pendahulu yang mampu memberikan nilai-nilai kehidupan.

Mengibung

Setelah upacara adat selesai, beberapa kelompok orang duduk bersila dan membentuk lingkaran. Di tengah lingkaran terhidang gundukan nasi beserta lauk-pauk di atas nampan. Mereka makan sesuap demi sesuap dengan tertib. Acara makan diselingi obrolan ringan. Budaya makan ini berasal dari Karangasem, Bali yang disebut Mengibung.

Hingga saat ini tradisi Mengibung masih dilaksanakan di Karangasem dan menjadi kebanggaan masyarakat setempat, terutama kaum Muslim saat bulan Ramadan. Satu porsi nasi gibungan (nasi dan lauk pauk) yang dinikmati oleh satu kelompok disebut satu sela. Pada jaman dulu satu sela harus dinikmati oleh delapan orang. Kini satu sela bisa dinikmati kurang dari delapan orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI