Suara.com - Menjalani sebuah usaha, kakak beradik ini tak hanya fokus pada laba, tapi juga bagaimana cara memberdayakan perempuan lain di sekitarnya.
Bisnis kue memang lekat dengan perempuan. Hal itu pulalah yang dilakukan Rina Trisnawati, pemilik Tintin Chips, produk makanan ringan berupa cookies tipis kering dari kacang almond, rengginang, dan keripik kentang.
Hal yang membuat Tintin Chips menarik perhatian adalah karena produksinya dibantu oleh ibu-ibu yang memiliki anak difabel di kawasan Cileunyi, Bandung.
Memulai kisahnya membangun usaha yang kini semakin maju, Rina dengan gaya ceplas ceplosnya menceritakan bahwa awalnya Tintin Chips merupakan ide usahanya sebagai persiapan rencananya untuk pensiun dini dari kantor konsultan publik tempatnya bekerja.
Hal inilah yang membuat perempuan asal Bandung tersebut memberanikan diri membuka bisnis kue dengan modal awal hanya Rp 600 ribu. Saat itu, uang segitu ia gunakan untuk membeli bahan-bahan kue dan oven tangkring.
Baca Juga: Kelewat Santai, Poster Caleg Cantik Ini Kayak Foto Profil di Media Sosial
"Karena saya tuh sama gas takut, yah, beli oven tangkring, nggak taunya kuenya di luar sudah gosong, (tapi) dalamnya masih rasa tepung. Ya mau gimana lagi, akhirnya dipaksain beli oven gas. Itu juga hidupkannya mesti minta tolong orang," ujar dia saat ditemui Suara.com belum lama ini.
Setelah itu, ia pun mulai mengikuti kursus membuat cookies almond yang saat itu memang sedang tren. Ia memasarkan memasarkan produknya secara langsung, baik kepada teman-teman maupun di workshop-nya di kawasan Cileunyi, Bandung
Saat pesanan semakin banyak, Rina mengajak sang adik, Wulan Diahsari, untuk memberdayakan anggota komunitas Ikatan Keluarga Anak Difabel (IKADK) yang dibina oleh adiknya, untuk ambil bagian dalam produksi Tintin Chips.
Wulan sendiri selama ini berperan mengelola dana santunan dari teman-temannya untuk anak-anak penyandang disabilitas di lingkungannya. Wulan kemudian mengajak para ibu-ibu yang memiliki anak penyandang disabilitas, seperti penderita cerebral palsy dan down syndrome, untuk menjadi bagian dari produksi Tintin Chips.
“Bagaimana pun tidak baik juga, ya, terus-terusan mengharapkan bantuan orang. Kalau bisa menghasilkan uang sendiri, tentu bisa lebih percaya diri. Lagipula, ibu-ibu tersebut fisiknya kan sehat, tapi waktunya mereka terbatas karena sebagian besar waktu mereka untuk mengurus anaknya,” kata Rina.
Baca Juga: Menkominfo Dorong Generasi Muda Jadi Digital Enterpreneur
Ada kurang lebih 40 perempuan yang tergabung dalam IKADK mulai membantu proses produksi Tintin Chips dengan jam kerja berbeda-beda. Rina memberlakukan sistem shift per kelompok.
Lebih lanjut Rina mengatakan, para ibu tersebut akan mendapatkan penghasilan berdasarkan berapa tube atau kemasan yang mereka hasilkan.
"Sebenarnya ini lebih ke apresiasi ya. Kami tidak semata-mata mengenalkan gaji, karena kalau sudah bicara uang, persepsinya sudah beda. Sementara yang kita inginkan, membuat mereka paham bahwa tidak ada perbedaan di antara mereka. Sebenarnya tinggal menggali potensi yang mereka punya saja," jelas Wulan dalam kesempatan yang sama.
Selain memberi penghasilan tambahan pada para ibu tersebut, Tintin Chips juga menyediakan dana khusus untuk membantu biaya pengobatan anak-anak difabel, seperti hydrotherapy, fisiotherapy, pembelian kursi roda, kelas parenting, pengajian, kelas memasak, sampai tamasya.
Wulan mengatakan, hal ini juga bermanfaat bagi para ibu tersebut, untuk bisa berbagi tentang apa yang dirasakan dengan sesama ibu lain saat pekerjaan sedang berlangsung. Sehingga beban yang mereka rasakan bisa sedikit lebih ringan.
Tak berhenti sampai di situ, Rina pun terus belajar untuk bisa memasarkan produknya dengan baik. Mulai dari desain kemasan yang ia perbaiki agar terlihat lebih modern dengan menyewa jasa seorang desainer grafis, penggantian kemasan dari mika ke kemasan tube atau kertas yang lebih ramah lingkungan, dan pemanfaatan sosial media untuk memasarkan produknya.
Ia sadar betul, selain harus enak, produk yang ia buat juga harus memiliki kemasan baik sebagai branding untuk meningkatkan penjualan serta foto-foto cameragenic yang ia pasang di sosial media.
"Saya dulu itu kan ikut kursus fotografi juga. Jadi sedikit banyaknya tahu cara memotret bagaimana. Jadi semua foto di Instagram itu, ya foto sendiri," ungkapnya sambil tertawa.
Upaya Rina belajar menuai hasil. Tintin Chips yang namanya diambil dari nama sang ibu pun mendapat tawaran untuk ikut pitching memasok produknya ke maskapai Garuda Indonesia.
“Ketika mendapat tawaran itu, saya sempat ragu. Karena, artinya saya harus bisa menyediakan produk dalam jumlah besar mengingat penerbangan Garuda itu banyak. Namun, ketika saya memutuskan untuk tidak, teman saya yang mendorong saya untuk menerimanya,” ujar Rina.
Dari sana, semakin banyak perusahaan-perusahaan yang menghubunginya untuk memasok produk Tintin Chips. Rina juga mulai memasukkan produk Tintin Chips ke berbagai toko oleh-oleh di Bandung, dan dalam waktu dekat Tintin Chips juga akan hadir di Bali.
Tintin Chips terus mengalami peningkatan omzet yang signifikan. Dengan harga Rp 60 ribu per kaleng, target market Tintin Chips kini adalah kelas menengah atas.
Bahkan saat ini, Tintin Chips bisa memroduksi 100 kaleng per hari. Dan saat ini sudah ada enam varian rasa cookies yaitu coklat, keju, green tea, cinnamon, purple yam, dan kopi.
"Niat kami ke depannya ingin membimbing ibu-ibu tersebut punya usaha sendiri di rumah saja, jadi nggak ke mana-mana. Jual produk lain yang inovatif. Jadi, sebenarnya ini bebas saja, sehingga kita tidak tertekan atas kebutuhan mereka dan mereka juga tidak tertekan harus bekerja sama kita," tutup Wulan.