Suara.com - Pengamen Viral ala Pieter Lennon Asal Yogya : Ngamenlah dengan Terhormat.
Nggak cuma genjrang-genjreng gitar sekadar ngamen, dikasih uang lalu pergi, ngamen ternyata ada etika menghibur orang lain dan membuatnya ikut larut dalam lagu.
Tak mudah memang mencari sesuap nasi dari hasil ngamen, namun tidak dengan Pieter "Lennon" Budie Yatmo. Menjalani profesi ngamen dengan ceria, ikhlas dan tau etika menghibur orang tetap menjadi pedoman bagi pengamen nyentrik asal Yogyakarta ini.
Masyarakat Yogyakarta, atau setidaknya penghuni kawasan Jalan Kaliurang hafal betul dengan pria kelahiran 29 September 1955 ini.
Baca Juga: Jalani Perawatan karena Leukemia, Shakira Aurum Dapat Kado dari BLACKPINK
Perawakannya khas dengan rambut jamur yang sesuai dengan namanya ala-ala John Lennon. Pakaian old school, kaca mata frame bundar, harmonika dan gitar membuat siapa pun yang pernah mendengarnya bernyanyi di warung emperan, restoran, maupun kafe sekitar Jalan Kaliurang.
Tim Guideku menemui Pieter Lennon dan berbincang banyak hal mengenai kesehariannya dan beberapa pelajaran berharga dari profesi ngamen ala Pieter Lennon. Yuk klik Next!
1. Kenali potensi diri, berani tampil beda
Jika membawakan lagu pop yang menjamur di radio, televisi, dan kawasan pertokoan hari ini mudah membuat orang lengah dan tak peduli dengan penampilanmu, bawakanlah lagu unik nan everlasting, seperti The Beatles misalnya.
Baca Juga: Kominfo Tunggu Hasil Kajian MUI Soal Wacana Fatwa Haram PUBG
Lagu-lagu everlasting nan tak lekang oleh zaman tersebut sedikit banyak punya jejaknya di benak banyak orang. Itu pula alasan mengapa Pieter Lennon membawakan lagu-lagu The Beatles, yang sekaligus menjadi daya pikat dan membuat dirinya begitu berbeda dengan pengamen lainnya.
''Ya, (sebagai performer) kita harus tahu produk apa yang paling tepat untuk kita, lalu kemudian ditampilkan. The Beatles itu band legenda yang lagu-lagunya ngga habis dimakan zaman. Di situlah orang-orang mengenal saya,'' ungkap Pieter.
So, jika kamu ingin menekuni profesi sebagai musisi jalanan atau bahkan musisi profesional, kenali lah terlebih dahulu potensimu. Dan jangan pernah takut tampil beda.
2. Sambangi kawasan publik, hindari pemukiman
Mengamen di kawasan pemukiman cenderung lebih riskan dan berbahaya sebab kita memasuki kawasan privasi orang lain.
''Kawasan pemukiman itu sangat sensitif mas, karena kita memasuki wilayah privasi orang. Kita juga tidak pernah tahu kondisi si pemilik rumah,'' jelas Pieter.
Solusinya, mengamen di kawasan publik seperti restoran pinggir jalan maupun taman kota seperti yang dilakoni Pieter Lennon jauh lebih aman.
''Karena restoran itu ruang publik, kita pun jadi lebih leluasa untuk datang (ngamen). Asal tetap sopan dan menjaga kesantunan,'' ujar Pieter.
3. Berpenampilan maksimal
Jangankan didengar, dilirik pun tidak jika kita bernyanyi di jalanan dengan penampilan ala kadarnya.
Bukan berarti harus mewah, berpenampilan sederhana, rapi dan sopan pun dapat menarik perhatian pendengar lho.
''Kita nggak cuma sekadar bernyanyi mas. Harus terhormat juga, pakaian dan penampilan pun harus bersih dan sopan agar orang yang melihat pun senang,'' tutur Pieter.
4. Bernyanyilah hingga selesai
Yang membedakan musisi jalanan sungguhan dan pengemis berkedok musisi jalanan yakni cara kita menyikapi lagu yang dibawakan.
Musisi jalanan yang datang untuk menghibur dan menghargai betul profesi yang ia geluti, sebaiknya menyelesaikan lagu yang ia bawakan betapapun uang diberikan di tengah lagu.
5. Lapang dada berapa pun uang yang diterima
Cara lain menghargai profesimu sebagai musisi jalanan yakni harus punya sikap teguh untuk tidak bermental pengemis dan menghargai berapa pun uang yang diterima.
Jangan sebaliknya, nyanyi, nggak diberi uang lantas marah ya!
''Kita harus menerima berapapun uang yang dikasih, mas. Jadi nggak benar itu kalo ngamen terus marah karena nggak dikasih uang. Soalnya kita yang datang dan menghibur mereka,'' terang Pieter. [Guideku/Aditya Prasanda]
Simak bincang-bincang selengkapnya soal Pieter Lennon di bawah ini.