Kepemimpinan Perempuan di Level Manajemen Senior Korporasi Global Meningkat

Dythia Novianty Suara.Com
Selasa, 19 Maret 2019 | 17:26 WIB
Kepemimpinan Perempuan di Level Manajemen Senior Korporasi Global Meningkat
Ilustrasi perempuan bekerja. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Posisi perempuan di dunia bisnis global semakin signifikan. Riset Women in Business dari Grant Thornton International per Maret 2019 menyebutkan, jumlah perempuan yang menduduki posisi manajemen senior korporasi global naik menjadi 87 persen dari total responden dibandingkan 75 persen pada tahun lalu.

Dari angka ini, ada kenaikan 20 persen atau setara 12 poin menurut riset Women in Business Grant Thornton International yang dipublikasikan untuk memperingati Hari Peremuan Dunia setiap 8 Maret.

Secara keseluruhan, riset ini menyatakan, proporsi perempuan di level manajemen senior korporasi global mencapai 29 persen. Angka ini hanya naik 10 persen dalam 15 tahun terakhir.

Namun, separuh dari kenaikan itu, 5 persen, dicapai hanya dalam satu tahun terakhir. Untuk wilayah ASEAN (termasuk Indonesia), jumlah perempuan yang menduduki posisi manajemen senior korporasi mencapai 94 persen, dengan proporsi perempuan di level ini sebesar 28 persen.

Baca Juga: Bagi Perempuan Bekerja, Ini Daftar Lima Gangguan Kesehatan

Hasil ini terbilang tinggi jika dibandingkan dengan wilayah Uni Eropa yang hanya 84 persen atau Amerika Utara yang 92 persen untuk jumlah perempuan di posisi manajemen senior korporasi.

Francesca Lagerberg, pemimpin global Grant Thornton International untuk network capabilities, menjelaskan hasil riset ini menjadi indikasi kuat bahwa kesetaraan gender mulai dianggap serius dalam dunia usaha.

"Faktor eksternal seperti meningkatkan transparansi organisasi, pelaporan kesenjangan remunerasi berdasarkan gender, dan dialog publik yang sangat masif seperti munculnya aksi #MeToo membuat bisnis sadar terhadap perubahan yang diperlukan," ujar Lagerberg dalam keterangan resminya.

Meski jumlah perempuan di manajemen senior meningkat pesat, masih ada kesenjangan kesetaraan gender di level kepemimpinan tertinggi yang signifikan. Sebab hanya 15 persen perempuan menduduki posisi CEO/managing director.

Posisi senior yang paling banyak diduduki perempuan adalah direktur sumber daya manusia (SDM) dengan 43 persen.

Baca Juga: Survei: Hanya 20 Persen Perempuan Bekerja di Bidang Teknologi

Gambaran lengkapnya, posisi direktur SDM sebesar 43 persen. Disusul posisi chief finance officer (CFO) 34 persen, chief marketing officer (CMO) 20 persen, chief operating officer (COO) 18 persen, dan direktur penjualan 17 persen. Berikutnya chief information officer (CIO) 16 persen, chief executive officer (CEO)/managing director 15 persen, dan sebagainya.

"Lepas dari dukungan dunia bisnis yang kuat terhadap keragaman gender, perubahan di posisi puncak tetap lambat hingga sekarang. Semoga peningkatan tajam dalam representasi perempuan dalam kepemimpinan senior yang kita lihat pada tahun ini bukan murni reaksi spontan terhadap iklim sosial saat ini. Kita akan dapat melihat kemajuan serupa di tahun-tahun mendatang," ucap Lagerberg.

Sementara Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia, menambahkan berbagai kebijakan dalam dunia bisnis tidak serta merta mengarah pada pembahasan keragaman gender secara mendalam.

Selain itu, kompleksitas dalam menerjemahkan kebijakan-kebijakan tersebut ke dalam praktik dan keberadaan stereotip tentang peran gender, masih menjadi hambatan bagi kemajuan bisnis.

"Agar peningkatan representasi perempuan di posisi senior terus berlanjut, perlu peran dari pemimpin senior khususnya pemimpin senior pria dengan tindakan lebih terencana untuk membuka kesempatan bagi perempuan memberikan kontribusinya di posisi pimpinan senior. Perlu lebih dari sekadar dibuatnya kebijakan-kebijakan yang membahas peluang sama dalam pengembangan karier, seperti dalam perekrutan dan fleksibilitas dalam bekerja," ujar Johana.

Dia menambahkan bahwa untuk mencapai kemajuan yang signifikan, kebijakan-kebijakan ini perlu ditaati, ditegakkan, dan direvisi secara teratur serta dinilai dampaknya. Ketika kebijakan-kebijakan tersebut dipadukan dengan komitmen nyata dari pimpinan senior, maka sudah mulai menciptakan budaya yang benar-benar inklusif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI