Suara.com - Heboh Pernikahan Anak 11 Tahun di Malaysia, Korban dari Rohingya
Sebuah pesta pernikahan harus dihentikan polisi Malaysia karena calon pengantin adalah anak berusia 11 tahun. Belakangan diketahui, pernikahan tersebut terjadi di komunitas Rohingya.
Dilansir Dewiku dari The Sun Daily, pernikahan anak tersebut terjadi di Butterworth, Penang, Malaysia. Diketahui calon pengantin anak masih berusia 11 tahun, dan akan dinikahkan dengan lelaki 21 tahun.
K. Sudhagaran Stanley, salah satu pendiri sekolah swasta untuk komunitas Rohingya, mendapat kabar adanya pernikahan tersebut, dan langsung menghubungi salah satu wartawan senior dari The Sun Daily.
Baca Juga: Karena Formula Baru, Harga BBM Premium di Jamali Turun Rp 100 per Liter
Keduanya lalu pergi ke kantor polisi Seberang Perai Utara dan mengajukan laporan menentang pernikahan itu. Setelah itu, polisi dengan cepat menugaskan petugas kasus dari departemen investigasi kriminal untuk menangani kasus tersebut.
Petugas segera menghubungi otoritas agama untuk ikut campur dan sebuah mobil patroli juga dikirim ke alamat di Prai. Sudhagaran juga ada di sana untuk membantu penyelidikan.
Sangat mengejutkan mereka, ada pesta pernikahan yang terjadi ketika tim tiba di tempat itu. Menurut orang-orang di pesta itu dan ayah pengantin perempuan, pernikahan itu seharusnya terjadi pada 7 Februari 2019.
Undangan pernikahan juga telah didistribusikan dan pesta diadakan untuk merayakan acara tersebut. Ayah dari pengantin perempuan mengatakan bahwa mereka memilih untuk menikahkannya karena kendala keuangan.
"Itu ada dalam budaya kami dan menantu masa depan saya telah berjanji untuk menjadi suami yang berbakti kepada putri saya," ujar sang ayah.
Baca Juga: Kesulitan Dilanda Krisis, Suku Asli Venezuela 'Ngemis' Bantuan Asing
Dalam upaya untuk membenarkan pernikahan itu, seorang sesepuh komunitas Rohingya, Hussain Ismail, mengatakan bahwa tidak ada banyak perempuan di komunitas mereka sehingga masuk akal jika pria mereka memilih pengantin anak.
Namun, Sudhagaran menjelaskan kepada para pengungsi bahwa hukum perdata tidak mengizinkan pernikahan anak dan pemerintah Malaysia melarang pernikahan anak.
"Ini mungkin praktik dan diterima secara budaya tetapi secara moral salah di zaman modern ini. Dan Anda harus menghormati adat istiadat Malaysia karena Anda tinggal di Malaysia di mana tindakan seperti itu dianggap dengan penghinaan," bantah Sudhagaran.
Dengan demikian, untuk memastikan bahwa anak berusia 11 tahun tidak menemukan dirinya dalam situasi yang sama lagi, Sudhagaran menawarkan untuk membantu keluarga dengan masalah keuangan mereka.
Dia juga menuntut agar gadis muda itu harus diizinkan melanjutkan sekolah dan pernikahannya harus ditunda sampai dia berusia 18 tahun.
Awalnya, sang ayah tidak setuju dengan Sudhagran tetapi setelah tiga jam berdiskusi, dia akhirnya berubah pikiran. (Dewiku.com/Yasinta Rahmawati)