Suara.com - Banyak orang meyakini bahwa tubuh perempuan memang diciptakan untuk melahirkan bayi. Tapi tahukah Anda, meski tubuh perempuan sangat kuat, namun proses melahirkan ini sebenarnya sangat berat. Bahkan, para ilmuwan menunjukkan bahwa tubuh perempuan yang melalui persalinan lebih kuat daripada pelari maraton. Keduanya adalah pengalaman yang sangat mirip, di mana mereka cenderung lupa betapa menyakitkannya hal itu sebenarnya.
Baik saat melahirkan maupun lari maraton, tubuh didorong secara ekstrim untuk bekerja. Para peneliti juga mengungkap bahwa persalinan sama traumatisnya dengan banyak olahraga ketahanan. Tapi pelari maraton melangkah ke garis start dengan mendapatkan cukup istirahat. Berbeda dengan ibu yang masuk ke kamar bersalin, dengan kondisi yang sudah kelelahan.
Menurut Holly Dunsworth, seorang profesor antropologi di Universitas Rhode Island, para ibu di minggu-minggu terakhir kehamilan mengalami proses pendorongan tingkat lanjut.
"Tingkat metabolisme paling maksimal yang terjadi pada manusia adalah saat menjelang akhir kehamilan. Inilah mengapa minggu-minggu dan bulan-bulan terakhir kehamilan itu sangat melelahkan. Kami menyamakannya dengan balapan, namun dengan perasaan terkuras seperti yang dirasakan pelari saat lomba berakhir," ujar dia.
Baca Juga: Ini 10 Ponsel Android Paling Ngebut di Januari 2019, Siapa Pemenangnya?
"Untuk memberi energi saat persalinan, ibu harus tetap terhidrasi, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan zat besi dan protein yang cukup", kata Diana Spalding, bidan, perawat anak, sekaligus editor pendidikan digital Motherly.
Dan dilansir dari Motherly, ketika pelari terluka, mereka mendapat bantuan. Bagaimana dengan ibu? Seringnya mereka tidak mendapat bantuan.
Sebuah studi tahun 2015 dari University of Michigan menemukan bahwa 25 persen ibu setelah persalinan memiliki cairan di sumsum tulang belakang atau patah tulang yang mirip dengan fraktur stres yang berhubungan dengan olahraga.
Dua pertiga perempuan mengalami cidera yang mirip dengan ketegangan otot yang parah. Penelitian menunjukkan hingga 15 persen ibu mengalami cedera panggul yang tidak sembuh, dan mereka menganggapnya hal yang biasa.
Menurut Janis Miller, penulis utama dalam penelitian ini, ketika seorang atlet mengalami salah satu dari cedera ini, mereka akan berakhir di mesin MRI untuk diperiksa. Namun ketika seorang ibu setelah persalinan memiliki masalah yang sama, mereka diremehkan dan sering tidak terdiagnosis.
Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Ahok Sudah Dipersiapkan Jadi Presiden Indonesia?
Ini membuat mereka bingung dan khawatir tentang gejala-gejalanya, dan masalah fisik yang tidak terkontrol dapat mengganggu kesehatan mental mereka.
"Kami memberi tahu para ibu, 'Anda sudah memasuki enam minggu pascapersalinan dan sekarang Anda akan baik-baik saja.' Tetapi tidak semua ibu merasa baik-baik saja setelah enam minggu dan mereka tidak siap untuk kembali bekerja," kata Miller.
Seperti yang baru-baru ini disampaikan Miller kepada BBC, para ibu bahkan sering tidak tahu kapan otot mereka rusak. Robekan pada otot itu dapat menyebabkan masalah dasar panggul dan bahkan prolaps, dan itu adalah hal yang tidak bisa diperbaiki oleh kegel.
"Yang ekstrim, kami meminta beberapa ibu untuk memperkuat otot yang bahkan mungkin tidak mereka miliki lagi. Yang sering diamati sebagai kelemahan sebenarnya adalah otot yang sobek," kata dia.