Suara.com - Fenomena kasus prostitusi online artis di Indonesia telah menjerat beberapa nama selebriti. Salah satunya artis FTV, Vanessa Angel, yang kasusnya kini sedang ditangani pihak kepolisian.
Sejak Vanessa Angel disebut terlibat kasus prostitusi online, statusnya terus meningkat. Mulai dari saksi korban, saksi, hingga tersangka. Kini Vanessa Angel tengah mendekam di dalam tahanan sambil menanti proses hukum berjalan.
Di tengah proses ini, kondisi Vanessa Angel pun terus menurun. Sebagaimana diberitakan, ia mengalami tekanan psikologis, yang mengakibatkan kondisi fisiknya lemah.
Dikatakan Reni, tante Vanessa Angel, keponakanya mengeluhkan soal sakit pada organ lambung. Kini, perempuan 27 tahun itu terus mengonsumsi obat lambung yang diberikan dokter selama di sel tahanan
Baca Juga: Ini Kata Zodiak Tentang Cinta Anda di Bulan Februari
Mengamati kausus prostitusi online artis yang menjerat Vanessa Angel, Dr. Ninik Rahayu, SH., M.S., dari Lembaga Negara Pengawasan Pelayanan Publik RI, mengatakan bahwa prostitusi merupakan salah satu bentuk eksploitasi dan kekerasan berbasis gender (KBG). Di mana perempuan kerap kali diposisikan dan dikondisikan sebagai pihak yang bersalah.
Padahal bila diamati, Vanessa Angel tidak bergerak sendiri. Ada mucikari yang menawarkan dirinya dan pelanggan sebagai user, yang mana semuanya berpotensi menjadi pihak bersalah. Namun, hingga saat ini, sosok mereka tidak pernah dicari, terlebih diungkap.
“Jika Vanessa Angel ditetapkan sebagai tersangka, lantas siapa korbannya? Siapa yang melaporkan kasus ini? Siapa yang dirugikan?” ungkap Ninik Rahayu saat ditemui Suara.com dalam acara Media Talk Kementerian PPPA dengan tema Lindungi Perempuan dan Anak dari Jaringan Prostitusi Online, belum lama ini di Jakarta.
Menurut asumsinya, ini hanya salah satu kasus yang ketahuan. Di luar sana ada masalah lain yang serupa tetapi tidak terungkap. Pertama, ada relasi kuasa yang harus diungkap dalam kasus ini. Dalam hal relasi kuasa, yang satu pekerja yang satu bos. Itu sudah ada relasi kuasa yang perlu dilihat. Ketika yang satu punya jabatan lebih tinggi dan usia lebih tua.
“Jadi asumsi pun muncul, nggak mungkinlah masa orang intelek punya jabatan menggoda perempuan rendahan. Kedua, dia perempuan, perempuan itu diposisikan dan dikondisikan selalu sebagai orang yang bersalah dan patut dipersalahkan, karena diasumsikan perempuan adalah penggoda oleh masyarakat,” sambungnya.
Baca Juga: Sebut Alumni 212 Penghamba Uang, Ketua Relawan BTP Resmi Dipolisikan
Jadi kriminalisasi korban ini akan sangat mungkin. Ketika aparat penegak hukum tidak mampu menangkap relasi kuasa sangat mungkin dia yang diposisikan sebagai penggoda, dia dianggap yang menggoda. Sebab itu sudah dianggap suatu kebenaran umum.