"Kan jaman itu hubungan dagang dengan kerajaan Nusantara yang Islam, jadi wedang ronde mudah diterima. Jadilah minuman akulturasi, asal China cita rasa Indonesia," tuturnya.
Wedang ronde yang ada saat ini pun tak jauh beda dengan saat pertama kali sampai di Indonesia. Berisi bulatan ketan yang berwarna merah, hijau, dan putih dengan di dalamnya juga diberi gula merah. Ada air gula dan air jahe. Sedikit variasi, di Indonesia diberi taburan kacang tanah, roti, dan kolang kaling.
"Kalau di Cina namanya Tengyuan, sampai Nusantara wedang ronde, bahan baku sama hanya sedikit tambahan taburan kacang, roti dan kolang kaling," jelasnya lagi.
Pelestarian wedang ronde oleh masyarakat etnis China di Indonesia masih berjalan. Bahan-bahan yang digunakan masih sama seperti dulu, karena memiliki filosofi tersendiri.
Baca Juga: Raisa Melahirkan Sebentar Lagi, Hamish Daud Langsung Rajin Investasi
"Tiga bulatan ketan, warna merah dengan harapan memperoleh keberanian menghadapi musim dingin, warna hijau agar memperoleh karunia dan kebahagiaan. Bulatan ketan putih simbol hati menjadi bersih," kata Jongkie.
"Saat pengharapan itu sudah diraih, lalu sebarkan hasilnya dengan ucapan yang manis, yang disimbolkan gula di dalam bola-bola ketan itu," lanjut Jongkie.
Air jahe yang hangat sendiri diartikan sebagai rasa penghangat dalam mengahadapi musim dingin atau hujan.
Dalam penyajiannya, wedang ronde disajikan dalam mangkuk yang bulat dengan cara diaduk lebih dahulu agar menyatu rasa dan kehangatannya. Kenapa berbentuk bulat dan disajikan di dalam mangkuk?
"Bulat adalah simbol keakraban, istilah Jawa yang mewakili ungkapan itu adalah guyub. Wedang ronde atau Tangyuan menjadi salah satu sajian wajib saat perayaan Cap Go Meh. Itu adalah waktu berkumpulnya seluruh anggota keluarga setelah merayakan tahun baru Imlek," tutupnya.
Baca Juga: Aksi Ciamik Ustaz Abdul Somad Jajal Berkendara di Medan Ekstrem, Keren!
Kontributor : Adam Iyasa