"Lol ... 60 ons? Dia makan hampir 20 ons dalam sehari. Itu hanya bertahan 3 hari. [Nama teman] bilang kamu menghasilkan ASI, jadi aku berharap kamu bisa memberi lebih banyak. Dia (anaknya) punya perut sensitif dan ASI adalah salah satu dari beberapa hal yang bisa dikonsumsi perut kecilnya. Dia juga seorang bayi prematur."
Dini berusaha tetap dingin kepala dengan memberi jawaban yang ramah. Dini memberi tahu ibu tersebut bahwa dirinya melihat banyak bayi prematur yang lebih laik menerima ASI.
Jawaban tersebut malah menambah bahan bakar amarah si ibu.
Ia mengirimkan pesan lain yang berbunyi: "Kenapa kamu tidak bisa memberikannya kepada aku? Mengapa harus bayi prematur? Putraku adalah bayi prematur dan dia adalah bayi yang membutuhkan."
Baca Juga: Startup Rusia Mau Pasang Iklan di Ruang Angkasa
Dini tetap teguh, ia mengingatkan si ibu bahwa putra si ibu sudah tidak lagi bayi dan sebenarnya sudah tidak membutuhkan ASI.
"Jangan tersinggung, tetapi anakmu adalah balita, bukan bayi yang membutuhkan ASI eksklusif. Aku sudah menawarkan apa yang dapat aku berikan."
Tahu jawaban Dini seperti itu, ia sadar bahwa dirinya tidak akan mendapatkan apa yang ia inginkan.
Percakapan berakhir dengan pesan berbunyi, "Apa pun yang kamu lakukan, simpan susu asammu. Mungkin (ASI) tercampur dengan minuman keras dan obat penghilang rasa sakit."
Baca Juga: Kiranti Dukung Desainer Indonesia di Ajang New York Fashion Week