Suara.com - Lelaki ternyata tidak lebih kuat dibanding perempuan. Sebuah penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa perempuan dapat menahan rasa sakit lebih baik daripada lelaki.
Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Kanada ini berawal dari penelitian bagaimana jenis kelamin mengingat penderitaan masa lalu mereka secara berbeda. Laman New York Post menyebut bahwa perempuan cenderung melupakan rasa sakit di masa lalu, sementara lelaki tidak seperti itu.
Itulah sebabnya, ketika harus menghadapi rasa sakit, lelaki akan lebih stres dan hipersensitif daripada perempuan.
Jeffrey Mogil, yang memimpin penelitian di Universitas McGill, mengaku terkejut dengan hasil penelitian ini. "Yang mengejutkan adalah para lelaki bereaksi lebih banyak," kata Loren Martin, dari University of Toronto.
Baca Juga: Ridho Slank dan Marcello Tahitoe Duet untuk Warung Katong
Keterkejutan muncul karena selama ini diyakini perempuan lebih sensitif terhadap rasa sakit daripada lelaki. Tapi, studi yang melibatkan lelaki dan perempuan dalam dua uji coba ini membuktikan sebaliknya.
Pada uji coba pertama, 41 lelaki dan 38 perempuan mengalami rasa sakit tingkat rendah, berupa rasa panas di lengan mereka. Mereka kemudian menilai rasa sakit mereka pada skala 0 sampai 100. Setelah itu, lengan mereka diikat dengan manset pengukur tekanan darah yang dipompa dengan ketat, dan diminta melakukan olahraga lengan selama 20 menit. Hasilnya, hanya 7 dari 80 sukarelawan yang nilainya kurang dari 50 pada skala nyeri berbasis 100 poin.
Demi menguji bagaimana faktor memori nyeri masuk dalam ambang rasa sakit, percobaan yang sama pun diulang pada hari berikutnya. Dan ditemukan fakta bahwa lelaki menilai rasa sakitnya lebih tinggi dari hari sebelumnya, dan lebih tinggi daripada perempuan.
Para ilmuwan pun berharap temuan yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology ini akan membuka jalan bagi perawatan baru untuk penyakit kronis. Selama ini, diketahui bahwa salah satu kekuatan pendorong rasa sakit kronis adalah memori dari rasa sakit sebelumnya. "Rasa sakit yang diingat adalah kekuatan pendorong untuk rasa sakit kronis. Dan kami mungkin dapat membantu beberapa penderita dengan memanipulasi mekanisme di balik ingatan rasa sakit tersebut," kata Martin.
Menurut Mogil, penelitian ini mendukung gagasan ingatan tentang rasa sakit dapat memengaruhi rasa sakit di kemudian hari. "Saya pikir pantas untuk mengatakan jika studi lebih lanjut tentang fenomena yang sangat kuat ini dapat memberi kita wawasan yang mungkin berguna untuk pengobatan sakit kronis di masa depan," kata dia.
Baca Juga: Terkait Narkoba, Caca Duo Molek Ditangkap Bersama Dua Tersangka Lain