Alhasil, saat ini banyak penjual Bakmi Jawa baik di restoran atau dengan gerobak ramai disambangi penikmat kuliner aneka jenis strata sosial.
"Sekarang masyarakat kelas bawah hingga pejabat tidak malu menikmati kuliner Bakmi Jawa meski itu pakai gerobak atau tenda pinggiran," tuturnya.
Lantas apa yang spesial dari rasa Bakmi Jawa? Jongkie menyebut bumbu adalah kuncinya. Identitas pembeda antara bakmi olahan restoran Tionghoa dengan Jawa begitu pula bakmi Eropa.
"Cuma perbedaan spesifik dengan sekarang hanya ada penambahan aneka bumbu yang lebih gurih serta telur. Jaman dulu cukup mie berserta kuah garam dan kecap," katanya.
Baca Juga: Tiga Skenario Karyanya Belum Difilmkan, Joko Anwar 'Diteror' Produser
Untuk lebih mempertajam rasa, saat ini tambahan kecap, serta bawang goreng. Tak ketinggalan kepekatan bumbu olahan minyak yang pekat menjadi ciri khasnya.
Ciri khas lainnya yakni bentuk mie yang panjang-panjang tanpa terpotong, menurut Jongkie itu bagian dari filosofi Cina, agar harapan tidak putus termasuk banyak rejeki. Ciri lain lanjut dia, penyajian diatas bakmie siap saji beralaskan daun pisang pengganti piring.
"Bagi kalangan peranakan Tionghoa Bakmi Jawa terdapat nilai akulturasi tinggi dengan orang Jawa. Mie yang tak terpotong dan saling mengikat simbol persatuan," ucapnya.
Saat ini Bakmi Jawa banyak ditemui wilayah Kota Semarang. Hanya saja berdasarkan penelitiannya banyak ditemui di kawasan Mataram atau sekarang dikenal dengan Jalan MT Haryono.
"Sepanjang kawasan itu banyak penjual Bakmi Jawa, tapi sekarang sudah menyebar sampai pelosok kampung di Semarang juga banyak," katanya.
Baca Juga: Tas Merah Isi Uang Rp 40 Juta Ditemukan dalam KRL Tanah Abang - Serpong
Kontributor : Adam Iyasa