Suara.com - Lama terjerembab di dunia prostitusi, seorang wanita asal Australia mengisahkan hidupnya yang kecanduan pada profesinya itu hingga berhasil lepas dari belenggu. Kisahnya ia tuangkan dalam buku berjudul '10,000 Men and Counting', yang terbit pertama kali pada 2014.
Gwyneth Montenegro (40), namanya, menceritakan bahwa pada mulanya ketika masih berusia 18 tahun, minumannya di sebuah klub dicampuri obat. Di malam yang sama dirinya kemudian diperkosa oleh enam hingga delapan pria.
Gwyneth pun merasa tak lagi memiliki harga diri. Dia lantas mulai 'menjajakkan diri' setahun kemudian.
Kepada News.com.au, Gwyneth mengatakan, "Sekalinya kamu dibayar untuk berhubungan badan, yang kamu jual enggak bisa kamu ambil lagi."
Ia mengaku terjerat hingga 12 tahun di dunia prostitusi karena tak bisa melepaskan ribuan dolar yang terus mengalir bersama pakaian dan liburan mewah di hidupnya. Di zamannya, dia dibayar Rp5,1 juta hingga Rp10 juta per jam untuk 'menemani' pengacara terkenal, politisi, dan musisi serta diterbangkan ke tempat-tempat eksotis seperti Bora Bora.
"Uang itulah yang membuatku betah begitu lama. Itu seperti narkoba, membuatku terbang ke seluruh dunia," ungkapnya pada Daily Mail Australia pada 2014.
Saat berumur 29 tahun, Gwyneth sempat menjalani profesi sebagai pilot komersial berlisensi. Namun, ia kembali lagi ke prostitusi ketika didiagnosa gagal ginjal, yang membuat lisensinya sebagai pilot tak lagi berlaku.
Baru pada usia 33 tahun wanita berambut pirang ini akhirnya pensiun dan memutuskan semua hubungan dengan industri 'papan atas' ini. Keputusannya berhenti menjadi PSK ia buat setelah bertemu rekan bisnisnya yang dikenal dengan nama Roger.
Dirinya memulai kursus pemrograman neurolinguistik, semacam psikoterapi, dan membangun bisnis baru bersama Roger.
"Ini seperti ilmu pikiran, seperti Tony Robbins (life coach terkenal AS), seperti psikologi zaman baru, dan itu benar-benar membantuku menangani banyak masalahku," jelasnya.
Gwyneth menjadi tenar setelah bukunya '10,000 Men and Counting' dirilis pada 2014. Ia merasa menulis sebagai bentuk terapi yang dapat membantunya menemukan jati diri.
"Jika aku dapat mengubah seseorang agar membatalkan keputusan untuk terjun di duniaku pada masa lalu, berarti aku sudah melakukan sesuatu yang baik, sesuatu yang berarti, dan itu akan sangat berarti bagiku," katanya.
Penulis: Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Sumber: Himedik.com