Suara.com - Melihat kegesitan Augustyan Lin dalam mengayunkan raket dan memberikan pukulan smash di Stadion Badminton Gor Sumantri, Jakarta, Kamis (27/12/2018) tak akan membuat orang mengira bahwa virus HIV sedang bersarang di tubuhnya.
Ya, lelaki berusia 39 tahun ini jauh-jauh dari kota Kalimantan untuk mengikuti kompetisi badminton IDEFest yang dihelat Budha Dharma Indonesia.
Larangan dokter tak menyurutkan niatnya untuk meraih kemenangan. Benar saja, ia berhasil memenangkan pertandingan dengan skor akhir 21:15 dalam partai Ganda Campuran bdrsama Dessy Christina.
"Menurut saya ya karena secara pribadi saya yang menjalani. Saya mencoba semua hal dengan virus ini dan yang bikin saya survive ya melakukan sesuatu yang sangat aku senangi dan membuat aku bahagia ya badminton ini," ujar Augustyan Lin pada Suara.com belum lama ini.
Baca Juga: 5 Gerakan Ini Bermanfaat Kecilkan Paha, Wajib Dicoba
Di sela-sela sesi istirahat sembari menyeka keringat, August bercerita bahwa didiagnosis positif HIV pada 2016. Berat badannya pun turun 12 kg dari 64 kilogram. Ia juga didera batuk berkepanjangan dan nafsu makan menurun.
"Gue minum ARV rutin. CD4+ gue sisa 13, kalau dokter bilang nyawa gue tinggal 2 persen," imbuh dia.
Meski divonis memiliki peluang hidup yang kecil, lelaki asal Palangkaraya ini tidak mau meratapi hidup. Begitu vonis keluar, ia menganggapnya angin lalu saja. August meyakini ketika dirinya menyerah, maka virus HIV akan semakin menggerogoti tubuhnya.
"Mau gimana lagi? Nggak bisa balik, kan. Mau gimana lagi gitu lho. Lebih baik survive," tambah dia.
Alih-alih meratapi nasib, August memilih untuk bangkit dengan menggeluti olahraga Badminton. Meski dokter melarangnya untuk melakukan aktivitas yang berat, Ia tak peduli. August merasa dirinyalah yang mengenali kondisi tubuhnya sendiri. Ia lantas berkonsultasi ke dokter lainnya dan mendukung August untuk menjalani apa yang disukainya.
Baca Juga: Duh! Beberapa iPhone Tidak Bisa Terkoneksi Wifi setelah Update iOS 12.1.2
"Dokter HIV gue ngelarang. Tapi gue curhat ke dokter kandungan dan dia membenarkan kalau olahraga 'kan menimbulkan hormon positif oksitosin, adrenalin. Gue merasa bahagia dan ini yang bikin gue kuat. Mending gue badminton sebulan 70 set lebih parah daripada sedih ada orang deket yang meninggal. Sedihnya drop parah," kata August panjang lebar.
Lelaki yang berprofesi sebagai sales otomotif ini pun tak menyangka bahwa semangatnya mengalahkan virus HIV melalui olahraga sempat membuatnya viral di Palangkaraya. Ia bahkan diminta dokter setempat untuk menyemangati pasien HIV yang juga divonis stadium akhir seperti dirinya.
August memang bukan seorang konselor. Ia tak mendapatkan pendidikan khusus di bidang ini. Tapi dirinya membuktikan sendiri bahwa menerima penyakit ini sebagai ujian untuk tidak menyerah membuatnya bertahan hidup sampai hari ini.
"Pas saya kunjungi pasien HIV itu di ruang VIP semua alat di pasang di tubuhnya. Saya coba berkomunikasi, kalau kena HIV terus down misal duh bentar lagi mati, bentar lagi distigma orang itu justru lebih cepat dibantai virus. Lebih cepat mati. Aku kasih tahu ke dia," ungkap August.
Semangat yang disuntikkan August tidak sia-sia. Seminggu setelah kedatangannya di rumah sakit, August mendapat kabar bahwa pasien HIV itu telah pulang dari rumah sakit. Para dokter pun berterima kasih pada August karena Ia berhasil menyelamatkan satu nyawa.
August merasa lega. Seperti pasien HIV itu, ia juga merasa diberi kesempatan hidup kedua kalinya oleh Tuhan. Untuk itu ia bertekad terus menginspirasi pasien HIV dengan kekuatan pikirannya.
Meski demikian August tak menampik bahwa stigma negatif pernah didapat setelah mendapat vonis HIV. Bahkan virus ini membuatnya sempat kehilangan pekerjaan.
"Bulan Juli 2016 waktu pertama kali saya positif HIV dan kantor tahu saya diminta untuk menandatangani surat pengunduran diri," kata dia.
Tapi August tak mau ambil pusing. Ia terus membuktikan bahwa HIV bukan halangan bagi dirinya untuk produktif. Ia juga tak pernah lelah mengedukasi orang terdekatnya bahwa HIV tak semudah itu menular hanya dengan bersentuhan.
"Ada teman baik, dulu baik. Biasa makan tidur di rumah mewahnya. Kemarin itu, saya pergi bantu bikin kue kering. Dia bilang eh, elu udah cuci tangan belum? Elu mesti pakai sarung tangan plastik. Kalau nggak nanti menular ke kami. Bah, sebodoh itu ya otakmu, aku bilang. Mereka nggak ngerti," imbuh August.
Meski demikian masih ada orang-orang baik yang mendukung dirinya untuk menjalani hidup seperti biasa. Inilah yang disyukuri August. Ia merasa tak sendiri berjuang melawan virus dan vonis dokter.
Terus berjuang August, buktikan pada dunia bahwa HIV bukan halangan untuk menjalani apa yang disenanginya. Ia membuktikannya dengan terus bermain badminton!