Suara.com - Artis Titi Rajo Bintang mencuit bahasan poligami di akun Twitter-nya. Istri Adrianto Djokosoetono itu mempertanyakan tujuan poligami, yang katanya mulia. Sontak postingan ini ramai dikomentari pro dan kontra netizen.
Menurut Titi Rajo Bintang, Alquran memang memperbolehkan poligami. Namun bagi perempuan 37 tahun itu, poligami juga punya banyak efek negatif. Karena berdasarkan riset terbaru, poligami juga berdampak negatif bagi anak-anak dan hal itu sangat disayangkan oleh ibu satu anak itu.
"Poligami memang dibolehkan Alquran. Dengan tujuan yang mulia. Tapi kalau ternyata riset LBH menunjukkan bahwa ternyata ini berujung pada ketidakadilan dan membuat anak-anak jadi terlantar, harus ada pengkajian ulang, tanpa mengabaikan ajaran agama tapi juga jangan jadi merendahkan manusia," tulis Titi Rajo Bintang.
Isu poligami belakangan memang menjadi pembicaraan setelah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie yang denga tegas menolak poligami untuk kadernya.
Baca Juga: Buntut Sikap PSI, Farhat Abbas: Seolah-olah Pak Jokowi Larang Poligami
Grace Natalie mengutip riset dari LBH APIK tentang poligami yang menyimpulkan bahwa pada umumnya, praktik poligami menyebabkan ketidakadilan: perempuan yang disakiti dan anak yang ditelantarkan.
Mengintip kritik keras dari aktivis "Aliansi Laki-laki Baru", Eko Bambang Subiantoro melalui tulisan yang diunggah ke akun pribadi Facebook pada 2017, dan dikutip Suara.com di pemberitaan ini, Eko menyesalkan bahwa fenomena poligami yang dibahasnya kala itu justru disajikan secara "positif", alih-alih mengkritik praktik tersebut.
Kala itu Eko mengkritik keras heboh media massa soal video poligami Arifin Ilham.
Aliansi Laki-laki Baru sendiri adalah komunitas yang giat menyampanyekan agar laki-laki turut melawan budaya patriarki. Kritik Eko tampaknya masih relevan menyikapi bahasan isu poligami yang dilontarkan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie , dan kembali dibahas Titi Rajo Bintang beberapa hari lalu.
"Kalau media tidak lagi sensitif terhadap sejumlah dinamika sosial apakah itu berdampak positif atau tidak bagi kemajuan masyarakat, keadilan, kesetaraan, lalu kemana lagi kita bisa berharap pada adanya perubahan?" tulis Eko dalam kritiknya.
Baca Juga: Konflik dengan Gebby Vesta, Lucinta Luna : Aku Cinta Damai!
Ia menyayangkan, media massa arus utama di Tanah Air kerap kali mengabaikan perspektif keadilan dan kesejahteraan gender.
”Kemajuan secara teknologi luar biasa, canggih dan cepat merespons perubahan serta tega meninggalkan lansekap media konvensional. Perubahan media dari segi lansekap ini mengalami kemajuan besar, namun sangat disayangkan kemajuan itu tidak menyangkut perspektif. Canggih namun tidak pintar, tidak sensitif, egois dan tidak peduli pada keadilan sosial. Canggih secara teknologi tapi kosong secara isi,” lanjut Eko dalam tulisannya.
Ia menjelaskan, sudah banyak literatur mengenai keadilan gender, kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual, dan kemiskinan perempuan yang bertebaran dan bisa diakses publik. Namun, perspektif publik yang bias gender tetap mengakar.
“Apakah tidak pernah membaca, melalukan riset, membaca literatur bahwa soal poligami ini menjadi salah satu persoalan utama bagi kemajuan perempuan dan masyarakat Indonesia umumnya. Berapa banyak perempuan mengalami kekerasan karena poligami? Berapa banyak kasus perceraian yang berujung pada pemiskinan perempuan karena poligami? Adil yang bagaimana yang bisa dilakukan karena poligami?” kecam Eko, yang juga bergiat sebagai Chief of Research Polmark Indonesia.
Karenanya, menurut Eko, mengumbar beragam informasi maupun artikel poligami sama saja mengumbar kebodohan.
“Saya menyesalkan media justru menjadi (kepanjangan tangan) patriarki. Memujanya dengan menyanjung pelaku poligami dilingkari oleh para bidadari, permisif sebagai jalan keluar. Bagi saya menyorot poligami dalam bingkai postif, adalah kejahatan sosial media, karena mengabaikan keadilan sosial yang berdiri di depan mata,” tandasnya.