Era Digital, Kompetensi Media Mutlak dalam Beritakan Pariwisata

MN Yunita Suara.Com
Senin, 17 Desember 2018 | 09:00 WIB
Era Digital, Kompetensi Media Mutlak dalam Beritakan Pariwisata
FGD dengan tema Pencanangan Jurnalisme Ramah Pariwisata, Jumat (14/12/2018). (Dok:Kemenpar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kompetensi media menjadi hal mutlak untuk memberitakan pariwisata. Hal ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Pencanangan Jurnalisme Ramah Pariwisata yang dilaksanakan di Lombok, Jumat (14/12/2018). Kegiatan yang digelar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dan Kemenpar ini diisi dengan topik-topik menarik.

Ketua Umum SMSI, Auri Jaya mengatakan tingginya akses pada media digital menjadi pemicu maraknya penyebaran hoaks.

“Perlu dipertegas regulasi yang mengatur bagaimana menggunakan media sosial dan penyebaran berita-berita yang tidak benar. Ditambah lagi saat ini akses terhadap media digital menjadi pendorong maraknya penyebaran hoaks. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian pemerintah," kata Auri.

Salah satu pembicara, yakni Dewan Penasehat SMSI, Pusat Agus Sudibyo memaparkan mengenai tujuan jurnalisme pariwisata. Menurutnya, hal ini punya keterkaitan erat dalam hal akurasi, uji kebenaran informasi, menghindari dramatisasi, kompentensi wartawan, serta menghitung dampak pemberitaan.

Baca Juga: Sukseskan Program Hot Deals Kepri, Kemenpar Beri Penghargaan Stakeholder

“Penting sekali menjaga poin tersebut. Dalam hal kompetensi wartawan, misalnya, jika wartawan tidak tahu kawasan setempat, jangan ditugaskan untuk meliput dan potensi narasumber juga harus jelas dan sesuai bidangnya. Jangan mencari narasumber yang asal-asalan, nantinya akan berdampak buruk dan merugikan semua orang,” jelasnya.

Agus menekankan, pariwisata sangat rentan terhadap pemberitaan pers. Karena pemberitaan pers membentuk persepsi tentang keamanan daerah tujuan wisata dan yang sangat sulit dihapuskan adalah persepsi negatif.

“Ambil contoh saja fenomena bencana di Yogyakarta. Pemberitaan yang membuat resah warga setempat akan membuat takut wisatawan. Pemberitaan yang salah dan tidak benar berdampak sangat besar dan merugikan. Beritakanlah hal-hal positif, agar ketika dicari melaui website yang muncul adalah berita-berita yang bagus,” tegasnya.

Agus juga menambahkan, kebebasan pers bukan berarti bebas memberitakan apa saja. Tetap harus seimbang antara fungsi kontrol dan fungsi pemberdayaan pariwisata. Tidak menutupi fakta, tetapi memperhitungkan dampak pemberitaan. Pemberdayaan pariwisata seperti pengentasan kemiskinan, UMKM, devisa negara daan kesejahteraan rakyat.

“Kebebasan pers hanyalah sarana untuk memakmurkan dan membuat nilai masyarakat lebih tinggi. Kebebasan pers juga tidak berdiri di ruang kosong, saling berdampingan dengan kepentingan publik atau nilai yang lain,” imbuhnya.

Baca Juga: Pacu Kunjungan Wisman, Kemenpar Siapkan Workshop Buat Diplomat

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengutarakan hal yang tidak jauh berbeda.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI