Suara.com - Wisatawan asal Cina masih menjadi target utama banyak negara. Mereka terkenal rajin melancong. Tak heran, gelaran China Internasional Travel Mart (CITM) 2018 lalu diikuti banyak negara.
CITM 2018 berlangsung dari 16-18 November 2018 dan dipusatkan di Shanghai New International Expo Center (SNIEC). Ada 107 negara yang ikut berpartisipasi sebagai peserta. Semua ‘berebut’ devisa besar dari Tiongkok.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya mengatakan CITM 2018 memiliki potensi mendatangkan devisa negara sebesar USD 55,1 juta. Kementerian Pariwisata (Kemenpar) pun berusaha membidiknya melalui program business to business dan business to consumer.
“Seperti Indonesia, negara lain pun tertarik dengan CITM 2018. Tak heran, kali ini pesertanya membludak. Padahal, tahun lalu hanya diikuti 50 negara, dan 30 negara pada tahun 2016,” katanya, Kamis (29/11/2018).
Adapun negara-negara yang tertarik dan hadir pada gelaran CITM 2018 antara lain dari Afrika ada Gambia, Kenya, Marocco, Zimbabwe dan Afrika Selatan. Dari Amerika ada Brazil, Canada, Cile, Mexico, Peru dan United States.
Kemudian dari benua Eropa, antara lain ada Prancis, Jerman, Belanda, Denmark, Italia, Rusia, Spanyol, Norwegia, Polandia, Switzerland, dan lain-lain. Sementara dari Asia sendiri, selain Indonesia ada Malaysia, Singapura, Jepang, Thailand, Myanmar, Laos, Srilanka, Korea, dan lain-lain. Termasuk juga India, Pakistan dan Turki. Tak ketinggalan ada pula Australia.
Dengan partisipasi negara-negara tersebut, Arief semakin yakin bahwa market Tiongkok sangat menjanjikan. Selain pesertanya yang meningkat dua kali lipat, jumlah target transaksinya pun naik signifikan dari tahun sebelumnya. Wajar saja jika kemudian CITM 2018 membidik 70.000 pengunjung dan 2.000 exhibitors.
Dalam acara itu Kemenpar sendiri melibatkan 40 industri dan 10 Dispar. Ada dua maskapai yang ikut serta juga, Garuda dan Sriwijaya. Sementara sedikitnya ada 27 Travel Agent/Tour Operator yang berasal dari 10 provinsi.
Karena itu, Arief sangat menyayangkan adanya polemik berkepanjangan terkait “Zero Dollar Tour”. Sebab, dampaknya sangat serius terhadap kunjungan wisman ke Bali. Padahal, berdasarkan Online Travel Agent (OTA) terbesar di Cina, Bali menduduki peringkat 1, The Best Honeymoon Destination 2018.
Untuk mengembalikan posisi Bali tentu bukan hal mudah. Arief bahkan harus melakukan strategi promosi untuk pasar Cina dengan kombinasi Branding, Advertising, dan Selling (BAS). Sayang sekali jika kemudian reputasi Bali digerus dengan polemik “Zero Dollar Tour”.