Ahli Gizi Tak Setuju Ada Saran Penyajian di Kemasan Kental Manis

Sabtu, 17 November 2018 | 09:20 WIB
Ahli Gizi Tak Setuju Ada Saran Penyajian di Kemasan Kental Manis
Kental manis. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masih segar di ingatan kita mengenai polemik kental manis yang ternyata masih dianggap susu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika ditilik dalam kandungan gizinya, para ahli gizi menyebut kental manis lebih cocok dijadikan sebagai topping makanan dan minuman.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pun menengahi dengan menerbitkan PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Didalamnya terdapat 2 pasal yang mengatur tentang susu kental manis, yaitu pasal 54 dan 67 huruf W dan X. Pasal 54 memuat kewajiban produsen untuk mencantumkan tulisan pada label yang berbunyi: Perhatikan! Tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu. Tidak Cocok untuk Bayi sampai usia 12 bulan. Tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.

Sementara pasal 67 butir W memuat larangan berupa pernyataan atau visualisasi yang menggambarkan bahwa kental manis dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi. Butir X memuat larangan pernyataan atau visualisasi yang semata-mata menampilkan anak di bawah lima tahun pada kemasan kental manis dan analognya.

Sayangnya menurut Ketua Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) Arif Hidayat, regulasi yang dikeluarkan BPOM dalam penerapannya tidak ada pengawasan dan ketegasan dari pemerintah. Ia khawatir produsen memiliki interpretasi lain dalam memahami kedua pasal tersebut.

Baca Juga: Promosikan Wonderful Indonesia, Kemenpar Gandeng Traveloka

"Salah satu peran penting pemerintah dalam perlindungan kesehatan masyarakat adalah melalui kebijakan atau perundang-undangan. Namun sejauh ini, kami melihat masih terdapat celah-celah pelanggaran yang berpotensi merugikan masyarakat. Salah satunya terlihat pada upaya pemerintah mengatasi persoalan kental manis," ujar Arif dalam temu media di LBH Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Dalam kesempatan yang sama, Pratiwi, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan, pada saat polemik susu kental manis mencuat, DPR telah meminta daftar produsen susu kental manis kepada BPOM tetapi hingga saat ini BPOM belum memberikan daftar tersebut. Ia menambahkan untuk masalah polemik susu kental manis sebenarnya sudah jelas peraturannya, hanya saja implementasi dalam penindakan yang masih kurang.

"Saat ini penindakan bagi produsen yang menyalahi aturan hanya mendapatkan hukuman berupa peringatan, kemudian larangan mengedarkan produk dan terakhir adalah penutupan pabrik (produksi). Hanya saja, penindakan bagi produsen yang melanggar belum maksimal," tambah Pratiwi.

Ketua UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) pun sependapat. Ia menyayangkan para produsen kental manis yang tampaknya setengah-setengah dalam mematuhi peraturan. Contohnya saja, pada produk kental manis sudah tidak ada lagi kata susu, tetapi pada label kemasan masih tertulis sajian untuk diseduh.

"Kalau dari kemasan produk dilihat di bagian depan sudah tidak ada kata susu, tetapi di bagian belakang masih ditulis saran penyajian. Ini yang perlu diluruskan. Masyarakat harus minum gula?" imbuh Damayanti.

Baca Juga: Prabowo - Sandiaga Janji Buat Uang Braille untuk Tunanetra

Arif berharap adanya kesadaran penuh dari produsen untuk segera menaati serta tidak lagi mempromosikan produk kental manis sebagai minuman susu. Produsen, menurutmya harus dengan tegas mengatakan bahwa kental manis adalah produk yang hanya dapat digunakan untuk bahan tambahan dalam makanan atau topping.

"Jika regulasi sudah ada, namun produsen masih berpromosi semaunya, apalagi ada pembiaran, maka edukasi pola hidup sehat untuk masyarakat tidak akan optimal dan target pemerintah mewujudkan Generasi Emas 2045 juga tidak akan tercapai," tandas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI