Suara.com - Menurut data dari UNESCO, jumlah mahasiswa perempuan Indonesia yang lulus dari bidang sains mencapai angka 52 persen, namun angka mahasiswa perempuan tingkat doktor menurun dan hanya ada sebesar 35 persen. Itu artinya, perempuan Indonesia yang melanjutkan karir dan studi di bidang sains masih sedikit. Bahkan jumlah ilmuwan perempuan Indonesia tercatat hanya 31 persen dari jumlah total seluruh ilmuwan di Indonesia.
Hal ini jauh lebih rendah bahkan jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Filipina dan Thailand yang mencapai angka lebih dari 50 persen.
"Catatan dari UNESCO Institute for Statistics, angka ilmuwan perempuan tergolong rendah, yakni kurang dari sepertiga dari jumlah total ilmuwan. Masih ada persepsi yang mengindikasikan bahwa sains bukanlah dunia yang ramah untuk kaum perempuan," kata Ketua Harian KNIU Kemdikbud, Prof. Dr. Arief Rachman, saat membuka acara L’Oréal-UNESCO For Women In Science di Jakarta baru-baru ini.
Arief melanjutkan, dengan banyaknya perempuan yang berperan di dunia sains, bukan saja dapat menjawab masalah ketimpangan gender, tetapi juga bisa memastikan riset yang diproduksi benar-benar terbaik dan telah mempertimbangkan berbagai hal yang mungkin dulu dikesampingkan seperti jenis kelamin.
Baca Juga: Dianugerahi Pinisepuh, Jokowi Diminta Tak Rebut Jabatan Ini
"Sehingga penelitian yang dilakukan bisa bersifat inklusif dan juga bermanfaat untuk semua orang," tambahnya.
Melihat masalah kesetaraan gender serta kondisi dunia sains dan perempuan di Indonesia yang masih patut mendapat perhatian lebih, L’Oréal Indonesia didukung UNESCO dan Kemendikbud memberikan penganugerahan dan dana penelitian kepada empat orang ilmuwan perempuan Indonesia.
Keempat ilmuwan tersebut adalah Sylvia Ayu Pradanawati, PhD yang memanfaatkan limbah sekam padi sebagai anoda untuk aplikasi baterai temperatur dan tegangan tinggi, Dr. Yessie Widya Sari yang memanfaatkan protein mikroalga sebagai materi pintar pada pengemas produk makanan dan pertanian, serta Athanasia Amanda Septevani, PhD dan Korri Elvanita El Khobar, PhD.
"Sejak tahun 2004, kami berkomitmen untuk mendukung peran ilmuwan perempuan bagi kehidupan manusia, melalui penemuan mereka. Kami percaya bahwa perempuan yang berkecimpung di bidang sains, bisa mengubah dunia. Sebab dunia membutuhkan sains dan sains membutuhkan perempuan" kata Presiden Direktur L’Oréal Indonesia, Umesh Phadke, dalam acara yang sama.
Hingga kini, hasil penelitian dari program For Women In Science sudah bisa dinikmati masyarakat. Misalnya seperti kemasan plastik ramah lingkungan karya Doktor Noryawati Mulyono, atau beras sorgum untuk konsumsi para penderita diabetes hasil penelitian Doktor Desta Wirnas.
Baca Juga: Lagi, Beredar Kabar Kriss Hatta Jadi Tersangka
Tak sedikit juga ilmuwan perempuan alumni FWIS yang kini memiliki posisi kepemimpinan bergengsi di dunia sains, seperti Doktor Ines Atmosukarto yang menjadi Presiden Direktur Lipotek, sebuah perusahaan bioteknologi di Australia, serta Profesor Doktor Fatma Sri Wahyuni yang menjadi Guru Besar Ilmu Farmasi Universitas Andalas Sumatera Utara.