Suara.com - Ada kejadian unik dalam pertunjukkan jathilan atau kuda lumping yang sempat terekam kamera penonton. Video yang diunggah akun @newstijen ini viral karena betapa hebatnya ayunan pecut sang penari kuda lumping tersebut.
Ya, seketika pecut dilecut, seketika itu pula panggung pertunjukannya roboh. Tentu saja peristiwa itu mendapat berbagai komentar dan mengundang gelak tawa warganet meski banyak yang bilang itu hanya kebetulan, namun tidak sedikit pula yang percaya kesaktian dari pecut tersebut.
"Maybe kalo yg bgian dpan rubuh baru percaya karna pecut,,, kalo bgian blkang karna berat beban kali ya," seru warganet.
"The power of timing ," seru akun lainnya.
Baca Juga: Bagian Turbin Pesawat Lion Air PK-LQP Kembali Ditemukan
Nah, apa sih jathilan atau kuda lumping? Yuk kenal lebih dekat jathilan atau kuda lumping, seperti yang Suara.com rangkum dari beberapa sumber berikut.
Apa itu jathilan?
Pernah melihat penari kuda lumping makannya beling? Ya itu benar adanya. Menilik asal katanya, jathilan berasal dari kalimat berbahasa Jawa “jaranne jan thil-thilan tenan,” yang jika dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia berarti “kudanya benar-benar joget tak beraturan.” Joget beraturan (thil-thilan) ini memang bisa dilihat pada kesenian jathulan utamanya ketika para penari telah kerasukan.
Tarian Jathilan atau kuda lumping merupakan sebuah tarian menggunakan properti kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu serta ditunggangi oleh seorang penari yang dirasuki kekuatan ghaib.
Jathilan dikisahkan menjadi sebuah kesenian yang menceritakan perjuangan Raden Patah dibantu Sunan Kalijaga dalam melawan penjajahan Belanda. Sebagaimana yang kita ketahui, Sunan Kalijaga adalah sosok yang acap menggunakan budaya, tradisi dan kesenian sebagai sarana pendekatan kepada rakyat, maka cerita perjuangan dari Raden Patah itu digambarkan kedalam bentuk seni tari jathilan.
Baca Juga: 72 Desa di Kapuas Hulu Belum Menikmati Listrik
Dalam penampilannya, biasanya tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional seperti gong, kenong, kendang, dan juga slompret.
Tarian ini punya makna penting bagi kehidupan manusia yang bisa dipetik.
Di Ponorogo misalnya, kehadiran roh ditandai dengan salah satu penari yang berubah sikap menjadi lebih bringas dan biasa disebut sebagai warok. Lawan dari warok gemblakan.
Dari keduanya, masing-masing digambarkan sebagai singa hitam untuk warok, sedangkan merak untuk gemblakan. Saat pagelaran Kuda Lumping berlangsung, terjadilah pertandingan antara warok dan gemblakan. Hubungan antara warok dan gemblakan inilah yang diibaratkan sebagai sifat-sifat manusia. Ada yang baik dan ada pula yang jahat.
Mereka yang baik biasanya diperagakan memiliki sifat sabar, lebih rendah diri, dan senang memberi petuah-petuah. Nah, untuk mereka yang memiliki sifat jahat, akan memiliki sifat sombong, seenaknya sendiri, tamak, dan lebih liar.