Ini 7 Pernyataan Sikap Komnas Perempuan soal Eksekusi Mati Tuti

Ade Indra Kusuma Suara.Com
Rabu, 31 Oktober 2018 | 11:21 WIB
Ini 7 Pernyataan Sikap Komnas Perempuan soal Eksekusi Mati Tuti
TKI Tuti Tursilawati. (Migrant Care)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan turut berbela sungkawa atas kematian Tuti Tursilawati, perempuan pekerja migran yang dihukum mati di Arab Saudi. Tuti diketahui dieksekusi tanggal 29 Oktober 2018, setelah didakwa membunuh majikannya pada tahun 2010.

"Kasus Tuti Tursilawati adalah kasus yang penuh dengan persoalan kekerasan berbasis gender, dimana dia korban dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), berjuang menjadi migran untuk menopang ekonomi keluarganya, berangkat bermigrasi dalam suasana batin yang terluka, bekerja dengan majikan yang menurut penuturan keluarga Tuti itu mengalami pelecehan seksual oleh majikan, dan ekspresi kekerasannya merupakan akumulasi kemarahan maupun pertahanan yang dapat dia lakukan," buka rilis pernyataan sikap Komnas Perempuan yang diterima Suara.com, Rabu (31/10/2018) melalui Whatsapp.

Kasus Tuti dalam proses hukum di Arab Saudi, dikategorikan sebagai pelanggaran yang dianggap sebagai Hukum Tuhan dengan dakwaan pembunuhan berencana, dan tidak bisa dinegosiasi menjadi kasus qisas yang dapat dimaafkan atau dibayar dengan denda,"

Pada tahun 2016, Komnas Perempuan bertemu dengan keluarga Tuti. Komnas Perempuan menemukan bahwa banyak dampak negatif menanti hukuman mati bagi keluarga Tuti Tursilawati

Baca Juga: Viral JT 610 Jokowi Tumbang 2019, Jangan Kaitkan dengan Politik

Ayah Tuti menderita sakit jantung, berhenti bekerja sebagai juru kunci, selalu merasa bersalah dan menyalahkan antar keluarga tentang kenapa dibolehkan bermigrasi. Ibu Tuti mengalami stigma sosial, isolasi diri hingga pengajian pun hanya dilakukan di dalam rumah, trauma menonton TV, menjadi sasaran eksploitasi oknum yang berjanji akan menyelamatkannya, takut kepada media dikarenakan khawatir sikap atau pernyataan keluarga yang ter-ekspos di media akan menghambat upaya pemaafan.

Komnas Perempuan berupaya membuka akses kesehatan bagi ayah Tuti kepada Bupati Majalengka, agar memberi dukungan atau akses layanan kesehatan bagi ayah Tuti yang saat itu menderita jantung (saat ini sudah meninggal).

Temuan lain dalam pemantauan tersebut, bahwa dampak hukuman mati pada migran dan keluarganya adalah: terjadinya pemiskinan karena hilangnya harta benda untuk penyelamatan anggota keluarga yang terancam hukuman mati, sejarah terdakwa sudah dimatikan sebelum kematian biologis untuk menghadapi situasi buruk sebagai survival keluarga, keluarga sakit-sakitan dan meninggal lebih awal, terjadi konflik keluarga karena saling menyalahkan, merasa bersalah akibat tidak mampu melindungi, trauma pada beberapa alat yang dapat memicu (seperti trauma ketika melihat pisau, marah dengan wajah ras/ etnis tertentu), mengalami gangguan kejiwaan, dijadikan alat politisasi untuk Pemilihan Desa (Pildes), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga pencitraan pejabat. Mereka juga ada yang terlilit hutang karena bantuan rumah seorang pejabat yang dananya tidak cukup untuk menuntaskan pembangunan rumahnya.

Merespon eksekusi terhadap Tuti Tursilawati dan hukuman mati secara umum, maka Komnas Perempuan menyatakan sikap kepada pihak-pihak terkait dibawah ini:

1. Pihak ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Luar Negeri untuk memberikan penjelasan ke publik, upaya-upaya yang sudah dilakukan dan upaya yang akan dilakukan untuk membebaskan Warga Negara Indonesia (WNI) lain yang sedang terancam hukuman mati di luar negeri.

Baca Juga: Tampannya Justin Bieber Potong Rambut, Penggemar: Akhirnya!!

2. Pemerintah pusat maupun daerah, memberikan kompensasi, rehabilitasi dan pemulihan psikis kepada keluarga Tuti, termasuk hak kebenaran untuk dapat melihat makam apabila keluarga menghendaki

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI