Suara.com - Buat masyarakat Sunda, alat musik tradisional angklung adalah identitas dan sebuah kebanggaan. Begitu juga bagi masyarakat Kuningan, Jawa Barat.
Berbagai cara dilakukan untuk melestarikan alat musik yang terbuat dari bambu ini. Salah satunya melalui International Angklung Festival 2018.
Event ini rencananya akan dihelat Gedung Perundingan Linggarjati, Kuningan, 17 November mendatang. Event ini akan mempertegas angklung sebagai salah satu kekayaan budaya asal Indonesia, yang sejak 16 November 2010, ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO.
Menurut Sekretaris Kementerian Pariwisata, Ukus Kuswara, angklung menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
“Angklung merupakan salah satu kekayaan seni budaya tradisional Indonesia. Bahkan, sudah menjadi ciri khas dan identitas bangsa Indonesia,” ujarnya, Kamis (25/10/2018).
Ia menegaskan jika Kemenpar sangat mendukung pelestarian angklung melalui International Angklung Festival 2018, di Kuningan.
“Apalagi dalam event itu, angklung juga akan bersanding dengan kebudayaan mancanegara. Salah satunya dengan Jepang. Ini sangat bagus untuk mempertegas angklung sebagai warisan budaya Indonesia,” paparnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran, I Ni Wayan Giri Adnyani, mengatakan, salah satu atraksi yang paling ditunggu dalam event ini adalah kolaborasi, yang akan melibatkan musik angklung dengan Samba Sunda, Rita Tila, dan kesenian Kroasia.
“Ini akan menarik. Kita akan melihat bagaimana indahnya alunan angklung menemani musisi Sunda, Rita Tila bernyanyi, dan bagaimana jadinya angklung dipadukan dengan kesenian Kroasia. Apa yang akan disajikan, kita sama-sama belum tahu. Tapi yang pasti akan sangat menarik. Akan ada perpaduan budaya dari dua negara,” paparnya.
Baca Juga: 7 Rekor MURI Tercipta di Festival Budaya Irau Malinau 2018
Di tempat terpisah, Kabid Pemasaran Area I Kementerian Pariwisata, Wawan Gunawan, mengatakan, angklung tercipta berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda.
“Menurut cerita, memainkan angklung akan memikat dewi padi untuk turun ke Bumi, dan sang dewi akan memberikan keberkahan pada tanaman padi, supaya subur dan berpanen melimpah,” ujarnya, menjelaskan filosofi angklung.
Di Kabupaten Kuningan sendiri, angklung berkembang sejak 1938. Salah satu sosok yang berjasa memperkenalkan angklung di Kuningan adalah Daeng Soetigna.
Banyak eksperimen yang dilakukannya, agar angklung dapat dikenal masyarakat. Ia pun berupaya agar alat musik ini dipentaskan dan dikembangkan di Bumi Priangan.
Perjalanan panjang angklung mendasari pemilihan tema untuk acara International Angklung Festival 2018, yaitu ‘Handaru Juang, Naratas Lambaran Sajarah'. Untuk memperkuat kesan sejarah, Gedung Perundingan Linggarjati dipilih sebagai lokasi.
“Seperti halnya angklung, Gedung Perundingan Linggarjati juga mempunyai nilai sejarah. Gedung ini menjadi bagian dari perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia. Oleh karenanya, kegiatan ini juga akan menjadikan Gedung Perundingan Linggarjati sebagai ikon wisata sejarah Jawa Barat. Kita berharap, hal ini bisa menumbuhkan semangat nasionalisme pada masyarakat, khususnya di Kabupaten Kuningan,” terang Wawan.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, sangat mendukung pelaksanaan event ini. Apalagi, angklung adalah kebudayaan asli Indonesia yang sudah mendapatkan pengakuan UNESCO.
“Event International Angklung Festival 2018 akan mempertegas posisi angklung sebagai warisan budaya Indonesia. Warisan yang sudah diakui dunia melakui UNESCO. Lebih dari itu, value yang akan dihadirkan juga bagus, karena angklung adalah alat musik nomor satu di Sunda. Jangan sampai event ini terlewat, karena banyak penampilan menarik di sana,” katanya.