Suara.com - Ajang Festival Gandrung Sewu, yang menampilkan aksi kolosal lebih dari 1.100 penari di bibir Pantai Boom, Banyuwangi, Jawa Timur, telah menjadi magnit bagi ribuan wisatawan. Salah satu yang mendapat berkah ekonomi dari kedatangan wisatawan adalah para pelaku usaha kuliner khas, mulai dari warung pinggir jalan sampai restoran.
“Makanan khas daerah ini sangat beragam. Ada menu sarapan, makan siang, hingga kuliner malam hari. Semuanya beda-beda. Tiap tahun, kami menggelar festival kuliner untuk meningkatkan daya saing kuliner lokal,” ujar Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
Salah seorang pemilik warung yang mendapat manfaat ekonomi adalah Mujayanah. Warungnya terletak di timur Taman Blambangan, dan hanya buka pagi hari dari pukul 06.00-10.00 WIB dengan menu spesial “nasi cawuk”, yang memang khusus untuk sarapan.
Mujayanah mengatakan, saat tidak ada festival, dia biasanya hanya menghabiskan lima kg beras, tiga kg ikan laut, dan empat kg telur per hari. Namun, permintaan ini akan melonjak saat ada Banyuwangi Festival.
Baca Juga: 20 Ribu Santri Siap Ramaikan Festival Santri 2018 di Banyuwangi
"Kalau ada acara, dagangan saya lebih laris. Makanya saya selalu mencari informasi jadwal kegiatan daerah. Kalau pas ada jadwal, pasti saya tambahi masaknya. Berasnya bisa habis 8 kg, ikan 4 kg, dan telur 6 kg. Alhamdulillah, habis," kata perempuan 53 tahun itu.
Kuliner lain Banyuwangi yang diburu adalah pecel pitik, rujak soto, dan nasi tempong.
Pecel pitik adalah ayam kampung yang dibakar, kemudian disuwir dan dicampur dengan parutan kelapa berbumbu.
Sementara nasi tempong adalah makanan khas Banyuwangi yang terkenal pedasnya. Dalam seporsi nasi tempong terdapat nasi hangat, sayuran rebus, tempe/tahu goreng yang disajikan bersama dengan sambal mentah yang pedas.
Sampai-sampai, orang yang menyantapnya akan merasakan pipinya seperti ‘ditampar’ atau dalam bahasa daerah setempat ‘ditempong’.
Salah satu tempat yang menjual kuliner tersebut adalah restoran Osing Deles, yang terletak di Jalan Agus Salim.
Baca Juga: Wow, Banyuwangi Siap Menjadi Geopark Nasional
Menurut Zunita Ahmad, pemilik Restoran Osing Deles, beragam festival telah meningkatkan penjualan kulinernya. Seperti saat menjelang pergelaran Festival Gandrung Sewu ini, penjualan restonya mengalami lonjakan hingga 100 persen.
“Orderan buffet kami terus betambah, terutama permintaan untuk kuliner khas Banyuwangi, seperti nasi tempong, pecel pitik, dan pindang koyong,” kata Zunita.
Peningkatan ini juga terjadi pada outlet pusat oleh-oleh miliknya, di lantai dasar resto Osing Deles. Pendapatan pada pusat oleh-oleh tersebut juga mengalami peningkatan hingga 300 persen.
“Alhamdulillah, saya adalah salah satu warga yang merasakan dampak positif dari Banyuwangi Festival. Saya yakin, hal yang sama juga dirasakan oleh pelaku usaha lain di Banyuwangi,” ujarnya.
Festival Gandrung Sewu sendiri akan digelar, Sabtu (20/10/2018), pukul 13.00 WIB, di Pantai Boom Marina Banyuwangi. Festival ini melibatkan 1200 penari gandrung, yang pembukaannya akan diawali atraksi seni hadrah kuntulan.
Festival itu digelar rutin tiap tahun sejak 2011, dan selalu dibanjiri ribuan wisatawan yang terpukau dengan aksi kolosal penari dengan latar belakang senja di Selat Bali.
Selain itu, festival Gandrung Sewu 2018 akan dibalut dengan nuansa religi. Event tersebut akan diwarnai Seni Hadrah Kuntulan dan bakal menyajikan beragam kekayaan seni dari daerah di ujung timur Pulau Jawa itu.
Seni Hadrah Kuntulan akan menjadi pembuka pergelaran ini. Sebanyak 150 anak muda dilibatkan. Mereka akan melantunkan bait-bait pujian Islami dengan alunan musik hadrah.
"Mereka akan mengumandangkan puji-pujian tentang keagungan Allah SWT, salawat, yang di dalamnya juga terselip doa dan permohonan ampunan seorang hamba kepada Sang Khalik, serta memohon keselamatan dunia akhirat," kata Sabar Harianto, pelatih seni kuntulan, yang merupakan salah satu budaya khas Banyuwangi.