Mengagumkan, Kipas Khas Bali nan Cantik Ini Terbuat dari Limbah

Ririn Indriani Suara.Com
Kamis, 11 Oktober 2018 | 08:09 WIB
Mengagumkan, Kipas Khas Bali nan Cantik Ini Terbuat dari Limbah
Kipas khas Bali yang terbuat dari limbah ini disukai wisatawan lokal dan internasional. (Foto: Dok. Indonesia Pavilion)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Salah satu kerajinan tangan yang membuat pengunjung Annual Meeting IMF-WB 2018, Nusa Dua Bali, takjub saat mengunjungi Indonesia Pavilion adalah kipas khas Bali buatan UMKM milik AAA Mas Utari N SH (47).

Bagaimana tidak, kipas yang didominasi warna-warna cerah seperti, hijau, biru, merah, oranye, pink, dan kuning ini memiliki ragam corak yang unik.

Pengunjung juga pasti tak akan menyangka bahwa ragam kipas cantik yang dipajangnya di dinding bambu itu terbuat dari limbah.

“Ya, kipas yang kami buat bahannya memang banyak memanfaatkan limbah, seperti kawat, kaleng bekas, oli pelumas dan sisa-sisa kain,” jelas Utari mengawali perbincangan.

Baca Juga: Tujuh Tahun Cerai, Orangtua Beyonce Mesra Lagi Demi Anak

Seorang delegasi Annual Meeting IMF - WB 2018 dari luar negeri tertarik untuk belajar melukis kipas khas Bali di Indonesia Pavilion, Nusa Dua Bali. (Foto: Dok. Indonesia Pavilion)
Seorang delegasi Annual Meeting IMF - WB 2018 dari luar negeri tertarik untuk belajar melukis kipas khas Bali di Indonesia Pavilion, Nusa Dua Bali. (Foto: Dok. Indonesia Pavilion)

Dari limbah tersebut, perempuan yang akrab disapa Gung Mas ini menyulapnya menjadi kipas ramah lingkungan berbentuk kipas lebar. Ia yang dibantu oleh lebih dari 50 karyawan ini mengaku mampu memproduksi sekitar 300 kipas ramah lingkungan per hari.

“Kipas ramah lingkungan ini, banyak disukai wisatawan lokal yang datang ke Bali untuk oleh-oleh,” imbuh perempuan ramah ini.

Selain kipas ramah lingkungan, UMKM-nya juga memproduksi model kipas eksklusif, yaitu Kipas kayu berbahan kain Wastra dan kipas kayu lukisan. Untuk kipas kayu berbahan kain Wastra, kata Gung Mas, bisa memanfaatkan sisa kain kebaya, batik atau kain tradisional lainnya yang sudah tidak terpakai.

“Bisa juga bahannya sesuai permintaan konsumen, karena ingin dipadankan dengan pakaiannya, dan itu biasanya kebaya,” terang perempuan kelahiran Bali itu.

Seorang pengrajin sedang melukis kipas lipat khas Bali. (Foto: Dok. Indonesia Pavilion)
Seorang pengrajin sedang melukis kipas lipat khas Bali. (Foto: Dok. Indonesia Pavilion)

Untuk kipas kayu lukisan, lanjut Gung Mas, temanya sangat beragam, mulai dari tokoh-tokoh wayang, tari tradisional Bali, atau bentuk-bentuk lainnya yang khas Bali.

Baca Juga: Atasi Stunting, Kementan Siap Luncurkan Padi ber-Zink Tinggi

Jenis kipas ini diproduksi rata-rata 100 kipas per hari, karena membutuhkan waktu agak lama, mengingat dipengaruhi tingkat kerumitan dan feel dalam proses pembuatannya.

Tak heran bila kipas lukis ini tampilannya eksklusif dan sangat diminati wisatawan luar negeri, termasuk tamu-tamu negara, seperti pengunjung Annual Meeting IMF–WB 2018 kali ini.

“Kedutaan-kedutaan besar juga menyukai jenis kipas ini, karena ada identitas Balinya. Dan, selain turis asing, kolektor kipas juga suka jenis kipas ini, karena memang eksklusif,” jelas Gung Mas.

Untuk harga kipas yang diproduksinya, Gung Mas mematok harga Rp 15,000 hingga Rp 2,000,000. “Termurah kipas ramah lingkungan, harga termahal kipas kain Wastra dan kipas lukisan yang bentuknya adalah kipas lipat,” ujarnya merinci.

Ragam corak kipas khas Bali ini begitu cantik dan uni. (Foto: Dok. Indonesia Pavilion)
Ragam corak kipas khas Bali ini begitu cantik dan uni. (Foto: Dok. Indonesia Pavilion)

Kerja kerasnya untuk terus berinovasi membuat kipas etnik tak hanya disukai pasar dalam negeri, tetapi juga pasar luar negeri. Ini dibuktikan dari keberhasilan kipasnya yang telah di ekspor ke Filipina, Thailand, Inggris, Portugis, Perancis, Malaysia, dan Amerika Serikat.

“Terkadang setiap negara akan order dengan model yang berbeda-beda. Malaysia misalnya, banyak permintaan untuk wedding dengan ukuran 19, model kayu polos dan wastra polos. Kalau Perancis suka pakai renda dan bambu agar cost lebih murah, sedangkan Amerika dan Portugis sukanya kipas ramah lingkungan, tapi materialnya sutera. Biasanya kita ekspor 600 - 6.000 kipas per customer per bulan,” urai Gung Mas panjang lebar.

Respons positif dari pasar dalam negeri dan luar negeri inilah yang membuatnya semakin bersemangat untuk terus membesarkan UMKM-nya yang berhasil menyabet sederet
penghargaan, salah satunya juara 1 Design Favorit Endek yang diserahkan langsung oleh Menteri BUMN, pada Denpasar Festival 2011.

Oleh karena itu, sebagai pengrajin kipas khas Bali, Gung Mas sangat bangga bisa berpartisipasi di Indonesia Pavilion pada Annual Meeting IMF–WB 2018, karena merupakan kesempatan emas untuk memamerkan kerajinan tangannya agar semakin dikenal luas dan mendunia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI