Tak heran bila kipas lukis ini tampilannya eksklusif dan sangat diminati wisatawan luar negeri, termasuk tamu-tamu negara, seperti pengunjung Annual Meeting IMF–WB 2018 kali ini.
“Kedutaan-kedutaan besar juga menyukai jenis kipas ini, karena ada identitas Balinya. Dan, selain turis asing, kolektor kipas juga suka jenis kipas ini, karena memang eksklusif,” jelas Gung Mas.
Untuk harga kipas yang diproduksinya, Gung Mas mematok harga Rp 15,000 hingga Rp 2,000,000. “Termurah kipas ramah lingkungan, harga termahal kipas kain Wastra dan kipas lukisan yang bentuknya adalah kipas lipat,” ujarnya merinci.
Kerja kerasnya untuk terus berinovasi membuat kipas etnik tak hanya disukai pasar dalam negeri, tetapi juga pasar luar negeri. Ini dibuktikan dari keberhasilan kipasnya yang telah di ekspor ke Filipina, Thailand, Inggris, Portugis, Perancis, Malaysia, dan Amerika Serikat.
Baca Juga: Tujuh Tahun Cerai, Orangtua Beyonce Mesra Lagi Demi Anak
“Terkadang setiap negara akan order dengan model yang berbeda-beda. Malaysia misalnya, banyak permintaan untuk wedding dengan ukuran 19, model kayu polos dan wastra polos. Kalau Perancis suka pakai renda dan bambu agar cost lebih murah, sedangkan Amerika dan Portugis sukanya kipas ramah lingkungan, tapi materialnya sutera. Biasanya kita ekspor 600 - 6.000 kipas per customer per bulan,” urai Gung Mas panjang lebar.
Respons positif dari pasar dalam negeri dan luar negeri inilah yang membuatnya semakin bersemangat untuk terus membesarkan UMKM-nya yang berhasil menyabet sederet
penghargaan, salah satunya juara 1 Design Favorit Endek yang diserahkan langsung oleh Menteri BUMN, pada Denpasar Festival 2011.
Oleh karena itu, sebagai pengrajin kipas khas Bali, Gung Mas sangat bangga bisa berpartisipasi di Indonesia Pavilion pada Annual Meeting IMF–WB 2018, karena merupakan kesempatan emas untuk memamerkan kerajinan tangannya agar semakin dikenal luas dan mendunia.