Suara.com - Bagi masyarakat Bengkulu, Festival Tabut adalah sebuah kebanggaan. Festival ini terinspirasi dari tragedi meninggalnya Hasan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.
Festival Tabut menjelma menjadi wisata religi utama di Bumi Rafflesia.
Pelaksanaan Festival Tabut berlangsung 10 hari. Tepatnya pada 10-20 September, atau 1-10 Muharram pada kalender Islam. Pelaksanaannya dipusatkan di Lapangan Merdeka (View Tower), Bengkulu.
“Festival Tabut adalah cermin kekayaan budaya Bengkulu, yang juga memperkaya potensi wisata religi Bengkulu. Festival ini juga ikut menggerakan nilai ekonomi masyarakat. Banyak value yang dinikmati masyarakat, banyak inspirasi yang diberikan Festival Tabut,” ujar Menteri Pariwisata, Arief Yahya, Selasa (18/9/2018).
Baca Juga: Wow, Wonderful Indonesia Culinary Festival Akan Hadir di 150 Mal!
Festival Tabut diawali dengan Pelepasan Keluarga Tabut dan Pengambilan Tanah, 10 September lalu. Tanah diambil di 2 lokasi, yaitu Tapak Padri dan Horison. Ada makna yang terkandung di dalamnya, yaitu manusia berasal tanah dan akan kembali ke tanah.
Berikutnya dilakukan ritual cuci Penja. Ini adalah tempat pusaka dan tanah. Posisinya menjadi paling dasar dari Tabut. Setelah mencuci Penja, ritual dilanjutkan dengan Menjara 1 dan 2.
Menjara menjadi duplikasi perjalanan Husein menuju Karbala dan replika perang. Di situ juga akan diikuti ritual ‘kunjungan’ Tabut Bansal ke Tabut Imam, yang dilanjutkan ritual Arak Jari-Jari dan Arak Sorban. Ritual ini jadi simbol bila Sorban milik Husein sudah ditemukan dan direbut kembali.
Bila Arak Sorban sudah dilakukan, ritual berikutnya adalah Gam. Inilah momen masa berkabung usai wafatnya Husein.
Saat berkabung, beragam aktivitas akan dilarang, alat musik Dhol juga tidak boleh dibunyikan. Dhol adalah alat serupa tambur, yang terbuat dari kayu, lalu ujungnya ditutup kulit sapi atau kerbau.
Baca Juga: Ayo Mampir ke Puncak Dulamayo Saat Festival Danau Limboto!
Berikutnya, Tabut Naik Puncak (Pangkek) atau simbol masa keemasan Islam.