Suara.com - Seni tradisional, khususnya tari seakan mulai menghilang seiring perkembangan zaman yang kini serba modern.
Tak sedikit generasi muda lebih memilih aktivitas lain yang mengikuti tren, dibanding harus mempelajari seni tari tradisional.
Padahal, di tangan merekalah tradisi dan budaya bangsa dapat terus hidup juga berkembang, menjadi salah satu yang membanggakan, baik di mata masyarakatnya sendiri maupun dunia.
Untuk terus menghidupkan seni tari tradisional, Purwakanthi dibentuk oleh sembilan orang perempuan pada 5 Juli 2013 silam.
Baca Juga: Jago Pencak Silat, Anak Irfan Hakim Pernah Raih Medali Emas
Mereka ialah Yoesi Ariani, Janti, Mia, Tari, Sori, Martini, Tina, Mitha dan Mercy. Kini, nama Purwakanthi semakin dikenal sebagai salah satu komunitas pecinta tari Jawa dengan latar belakang profesi yang berbeda, mulai dari masyarakat, kaum muda hingga pelajar.
Purwakanthi sendiri, jelas Yoesi Ariyani, pendiri komunitas ini, berarti “Awal dari Kebersamaan”.
Dengan nama ini, ia berharap bahwa Purwakanthi selalu memiliki semangat kebersamaan untuk mengolah rasa, raga dan irama, dalam melestarikan dan mengembangkan seni tari Jawa sesuai dengan pakem atau aturan dari para sesepuh nenek moyang terdahulu.
Meski seni tari Jawa cukup beragam, kata dia, Purwakanthi cukup memfokuskan pada seni tari klasik Surakarta, seperti Tari Rantaya, Tari Golek, Tari Gambyong, Bedhaya dan Srimpi.
"Misi kami memang ingin mengembangkan seni tari klasik Surakarta di Purwakanthi. Kami ingin semakin banyak yang bisa mencintai tari Jawa Klasik Surakarta dan dapat menarikannya dari hati dengan baik dan benar sesuai pakemnya," ujar dia.
Baca Juga: Prinsip Sandra Dewi, Keluar Rumah Harus Cantik dan Memesona
Kini, nama Purwakanthi semakin berhasil menularkan 'virus' seni tari Jawa Surakarta, ke lebih dari 75 orang anggotanya dengan usia yang beragam mulai dari usia 14 - 55 tahun.