Suara.com - Kreatifitas seorang Irma Susanti (29) dalam mendesain batik tulis kustom patut diacungi jempol. Di tengah maraknya fesyen ready to wear, ia sukses membawa karya budaya Indonesia, batik tulis kustom di mata dunia.
Batik kustom atau satu desain motif hanya satu produk, tidak diperbanyak, berani Irma kerjakan lantaran menilai batik adalah karya asli Indonesia yang bernilai istimewa.
"Batik itu sangat istimewa, jadi aku buat seistimewa mungkin yakni dengan desain kustom, menampilkan karakter si pemakai atau yang pesan," kata Irma pemilik brand Identix Batik, usai Talk show Interaktif KopiWriting, di Hotel Aston Inn Semarang, Kamis (30/8/2018).
"Batik kustom kini sedang diminati terutama bagi orang sekelas manajer, direktur, bisnis owner sampai level atlet dunia," lanjutnya.
Baca Juga: Bambang Hartono, Atlet Terkaya Asian Games, Bridge dan Bisnis
Pemegang predikat Sarjana Ilmu Sosiologi dan Antropologi Universitas Negeri Semarang ini menuturkan, jika kata Identix berasal dari serapan kata identitas, di mana pemakai produk batiknya akan sesuai dengan identitas desain yang diciptakannya.
"Mereka minta didesain motif batik berkarakter sesuai keinginannya, satu batik tulis kustom sold out dan tak lagi saya buat sehingga soulnya akan kuat," ujar Irma yang juga jebolan Nanyang University Singapura Jurusan Arts and Design ini.
Tak puas batik sebagai fashion raja kandang, berbekal ilmu bangku perkuliahan, sosiologi dan antropologi, Irma Susanti mempelajari budaya dan karakter kuat negara yang akan menjadi tujuan pasar internasionalnya.
"Awalnya saya jual via e-commerce dan online agar dilihat seluruh dunia, banyak kustomer dari Singapura, Spanyol, China, Turki, Jepang, berminat karena desainnya berkarakter dan jenis batik tulis kustom," katanya.
Irma Susanti lantas meniatkan diri memperluas pangsa pasar dunia. Dia ingin gerai batik tulis Indonesia ada di luar negeri.
Baca Juga: Lakukan Hal Ini Sebelum dan Sesudah Tanam Benang, Hasil Sempurna
"Awal tahun depan akan buka gerai di Jepang, sebelumnya saya pelajari dulu budaya di sana, sisi sosiologi dan antropologinya paham sejarah dan apa yang dijunjung kearifan lokal setempat, untuk menentukan motif batik yang akan dibuat," kata Irma Susanti.
Seperti di Jepang, ia memilih berjalan menyusuri daerah di Kyoto Jepang, satu bulan ia pelajari budaya setempat terkait motif batiknya, bahkan menetap tinggal memilih di rumah warga setempat. Irma Susanti juga berencana akan buka gerai di New York AS.
"Kebetulan saya suka traveling, tiap nemu ide saya tuangkan dalam desain, di Jepang dan Turki sudah terkumpul beberapa motif lokal kegemaran masyarakatnya," paparnya.
Sebagai test market, Irma Susanti membuat motif lokal beberapa negara tersebut. Dia produksi batik tulis kustomnya lalu di jual di dunia lini masa. Sambutannya luar biasa.
"Motif Jepang saya ambil dari filosofi kimono, pada suka. Di Turki juga begitu, kombinasi batik, hijab, art, dan tak suka warna ramai, juga pada suka," ungkapnya panjang lebar.
Saat ini pangsa ekspornya menembus 40 persen market share-nya, seperti ke Turki, Jepang, Singapura, London dan beberapa negara Eropa. Omzetnya bisa mencapai Rp 400 - 500 juta per bulan.
"Sehari bisa kirim 70 pax ke luar negeri, kalau korporate dan lokal bisa ribuan pax," ujarnya.
Soal harga, Irma menyasar kelas premium dia banderol minimal batik tulis kustom seharga Rp 500.000, dengan paling mahal sampai puluhan juta perlembar kain atau sudah jadi.
"Tergantung rumitnya desain kustomnya, makin rumit dan berkarakter makin mahal bisa sampai 15 jutaan," ujarnya.
Mendunianya batik tulis kustom rupanya didengar pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Inggris di London. Gayung bersambut, Identik Batix diajak pentas bareng fashion show di Potters Fields Park London Inggris dalam gelaran Indonesian Weekend, pada 8 - 9 September 2018.
"Saya disuruh menampilkan 12 koleksi batik tulis kustom, ini masih mengerjakan motif desainnya untuk khusus ditampilkan di London," katanya.
Selama di London, lewat KBRI juga, Irma Susanti diberi kesempatan untuk menularkan dan mengenalkan ilmu batik tulis di Universitas Oxford London, termasuk promosi beberapa merchandise batik Indonesia.
Ia mengaku, karya desain motif batiknya sudah ribuan dan sudah dipatenkan agar tidak ditiru, motif ada dari seluruh kekayaan lokal di Indonesia ditambah koleksi motif dari beberapa negara.
"Ini batik tulis, kustom tak diproduksi banyak, jadi harus dipatenkan agar tak kalah dengan batik printing milik Cina," cerita Irma Susanti tentang kesuksesannya mengangkat batik tulis kustom.
Kontributor : Adam Iyasa